Kamis 21 Nov 2019 15:35 WIB

BI Pertahankan Suku Bunga Acuan, Ini Kata Ekonom

BI pertahankan suku bunga acuan di level 5 persen.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Friska Yolanda
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan keterangan pers tentang hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI bulan Oktober 2019 di Jakarta, Kamis (24/10/2019).
Foto: Antara/Galih Pradipta
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan keterangan pers tentang hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI bulan Oktober 2019 di Jakarta, Kamis (24/10/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga acuan BI 7 Day Reverse Repo Rate (RRR) di level 5 persen pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) hari ini, Kamis, (21/11). Hal itu telah diperkirakan ekonom dengan mempertimbangkan ekspektasi inflasi tetap terkendali di 3,5 persen plus minus 1 persen. 

Kepala Ekonom BNI Ryan Kiryanto, menjelaskan realisasi inflasi hingga akhir tahun ini diperkirakan relatif rendah yakni sebesar 3,2 persen. "Lalu mempertimbangkan realisasi suku bunga yg sudah bergerak turun mengikuti arah BI rate di tahun berjalan ini, ditambah posisi cadangan devisa sebesar 126,7 miliar dolar AS serta surplus neraca dagang Oktober sebesar 161 juta dolar AS, maka opsi terbaik pada RDG Kamis adalah BI tetap mempertahankan BI 7 Day RRR," ujarnya di Jakarta, Kamis, (21/11).

Pertimbangan lainnya, kata dia, yakni untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, terutama dolar AS. Terutama di tengah faktor eksternal seperti trade war, Brexit, serta risiko geopolitik yang masih belum kondusif terhadap perekonomian Indonesia. 

"Juga karena pada RDG BI 24 Oktober lalu, BI sudan menurunkan BI7RRR sebesar 25 basis poin (bps) dari 5,25 persen menjadi 5,0 persen sebelum The Fed menurunkan Fed Fund Rate (FRR) sebesar 25 bps menjadi 1,5 persen," tutur Ryan. 

Menurutnya, langkah BI yang selama ini ahead the curve sudah benar, sehingga sekarang saatnya BI menahan diri dengan tidak lagi menurunkan BI 7 Day RRR. Alasannya, kata dia, efek penurunan BI 7 Day RRR yang sebelumnya masih berlangsung hingga kini. Demikian halnya dengan posisi Deposit Facility Rate dan Lending Facility Rate, pun sebaiknya tetap bertahan di level sekarang.

"Harus dipahami pula, The Fed sudah memberikan siynal untuk tidak lagi melanjutkan penurunan suku bunga. Jadi respons terbaik oleh BI adalah menahan suku bunga acuan," tuturnya. 

Ryan menjelaskan, dengan RDG BI tidak mengubah posisi BI Rate, Deposit Facility Rate dan Lending Facility Rate, serta tidak mengubah stance kebijakan makroprudensial dimana Loan to Value (LTV) untuk Kredit Perumahan (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) mulai berlaku efektif 2 Desember 2019. Maka langkah BI tersebut dimaksudkan untuk tetap memberikan stimulus atau insentif bagi pelaku usaha supaya meningkatkan fasilitas kreditnya.  

Termasuk memberikan ruang bagi perbankan agar meningkatkan ekspansi kreditnya, seiring melonggarnya likuiditas bank karena ada dorongan dari percepatan belanja barang dan modal oleh pemerintah pada kuartal 4 2019 ini. Dengan begitu momentum pertumbuhan tetap bisa dilanjutkan. 

"Ketika semua kebijakan BI dikeluarkan untuk melanjutkan momentum pertumbuhan, sudah saatnya kebijakan fiskal mengambil peran lebih besar melalui serapan belanja Kementerian atau Lembaga (K/L) yang lebih cepat. Itu supaya kebijakan moneter dan makroprudensial mencapai maksud dan tujuannya," jelas dia.

Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 20-21 November 2019 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 5 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 4,25 persen, dan suku bunga Lending Facility  sebesar 5,75 persen. Kebijakan moneter tetap akomodatif dan konsisten dengan prakiraan inflasi yang terkendali dalam kisaran target, stabilitas eksternal yang terjaga, serta upaya untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi domestik di tengah perekonomian global yang melambat. 

Bank Indonesia juga memutuskan untuk menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah untuk Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah/Unit Usaha Syariah sebesar 50 bps sehingga masing-masing menjadi 5,5 persen dan 4 persen, dengan GWM Rerata masing-masing tetap sebesar 3,0 persen, Ini berlaku efektif pada 2 Januari 2020. 

Kebijakan ini ditempuh guna menambah ketersediaan likuiditas perbankan dalam meningkatkan pembiayaan dan mendukung pertumbuhan ekonomi. Strategi operasi moneter juga terus diperkuat untuk menjaga kecukupan likuiditas dan mendukung transmisi bauran kebijakan yang akomodatif.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement