REPUBLIKA.CO.ID, SRAGEN - Angin kencang bersamaan dengan hujan deras pada Rabu (20/11) sore telah merobohkan bangunan aula SMK Negeri 1 Miri Kabupaten Sragen, Jawa Tengah. Sebanyak 22 siswa mengalami luka-luka akibat bencana tersebut dan dilarikan ke rumah sakit.
Sampai Kamis (21/11), sembilan siswa sudah diperbolehkan pulang, sedangkan 13 siswa masih menjalani perawatan di rumah sakit yang berbeda. Biaya pengobatan korban yang tidak memiliki asuransi serta bukan peserta BPJS Kesehatan akan ditanggung oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sragen dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah.
Kepala SMK Negeri 1 Miri, Sarno, mengakui ada sejumlah pelajar yang mengalami trauma setelah musibah runtuhnya aula sekolah. Terlebih, banyak foto dan video tersebar di media sosial terkait musibah tersebut. "Ya siswa pasti trauma, apalagi mereka yang tahu langsung robohnya aula," kata Sarno kepada wartawan, Kamis.
Kepala Dinas Sosial Kabupaten Sragen, Finuril Hidayati menyatakan perlunya dilakukan trauma healing. Dia berharap dengan kehadiran para relawan dan adanya posko terapi di sekolah tersebut para siswa bisa kembali menjalani aktivitas di sekolah seperti biasa.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah, Jumeri, mengatakan telah memastikan semua pasien korban dari musibah runtuhnya bangunan SMK Negeri 1 Miri dirawat di rumah sakit.
"Nah sekarang tinggal 13 anak yang masih harus dirawat. Yang lainya sudah bisa pulang ke rumah masing-masing," ucap Jumeri kepada wartawan saat meninjau bangunan runtuh di SMK Negeri 1 Miri Sragen.
Jumeri menambahkan, kondisi siswa yang dirujuk ke Rumah Sakit PKU Solo ada dua anak karena ada benturan di kepala. Sedangkan siswa yang dirujuk di RSUD dr Moewardi karena patah tulang. Selain itu, ada tiga siswa mengalami patah tulang yang dirawat di RS Karima.