REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN – Kementerian Agama (Kemenag) tengah merombak dan meninjau 155 buku pelajaran agama. Perombakan dilakukan karena buku-buku tersebut dinilai bermasalah.
Menanggapi hal tersebut, Dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Sahiron Syamsuddin mengatakan, hal tersebut perlu dilakukan karena menurutnya memang ada buku agama yang mengarah kepada hal yang dapat mengakibatkan munculnya paham seperti radikalisme.
Dia mengatakan, perkembangan radikalisme hingga saat ini begitu cepat. Yang mana, salah satu penyebabnya yakni pembelajaran agama yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. "Faktor yang mempercepat itu ialah pengajaran keagamaan yang tidak sesuai dengan model Islam yang moderat," kata Sahiron kepada Republika.co.id di Sleman, Kamis (21/11).
Dia menyebut, pernah ditemukan buku agama yang mengarah kepada khilafah. Dengan begitu, perlu peninjauan ulang terhadap buku agama. Jika ada upaya peninjauan ulang, berkaitan dengan buku pelajaran agama yang tidak sesuai koridor NKRI yang berlandaskan Pancasila. Harus dimulai dari TK sampai perguruan tinggi.
Dia menyarankan agar pihak yang melakukan peninjauan merupakan ahli agama. Termasuk, juga harus memiliki pemahaman terkait nasionalisme.
"(Peninjau) harus ahli dalam bidang agama meliputi kajian fiqih, tafsir dan hadis. Di sisi lain, peninjau juga harus memahami apa pentingnya nasionalisme walau pemahaman agama yang beragam," ujarnya.
Seperti diketahui, perombakan dilakukan untuk buku materi pelajaran agama mulai kelas 1 SD hingga kelas 12 SMA. Bahkan, hal ini pun mendapatkan dukungan penuh dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim.
Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kemenag, Kamaruddin Amin, mengatakan konten Khilafah merupakan konten yang bermasalah. Sebab, berpotensi untuk dimaknai dengan salah oleh peserta didik. "Maka Kemenag menganggap perlu melakukan penulisan ulang terhadap buku-buku agama di sekolah kita di seluruh Indonesia," katanya beberapa waktu lalu.