Kamis 21 Nov 2019 20:32 WIB

Komnas HAM Kecam Hukum Kebiri Pelaku Pencabulan di Surabaya

Komisioner Komnas HAM kecam hukuman kebiri terhadap pelaku pencabulan di Surabaya.

Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Mohammad Choirul Anam
Foto: Republika TV/Muhamad Rifani Wibisono
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Mohammad Choirul Anam

REPUBLIKA.CO.ID, JEMBER -- Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), M. Choirul Anam mengecam hukuman kebiri kimia terhadap terpidana kasus pencabulan belasan anak di Surabaya, Rahmat Slamet Santoso. Anam menilai hukuman itu melanghar konvensi anti-penyiksaan dimana Indonesia menjadi salah satu negara yang sudah meratifikasi itu.

"Kami minta institusi hukum untuk menghentikan hukuman kebiri dan pengadilan yang memberi hukuman dengan merusak kondisi fisik itu dalam konteks HAM dilarang, termasuk hukuman kebiri baik permanen maupun tidak permanen," katanya di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Kamis (21/11).

Baca Juga

Pengadilan Negeri Surabaya menjatuhkan putusan pidana penjara selama 12 tahun, denda Rp100 juta subsider 3 bulan penjara dan ditambah dengan tindakan kebiri kimia selama 3 tahun terhadap terdakwa Rahmat Slamet Santoso. Rahmat dinyatakan bersalah telah mencabuli sebanyak 15 anak didiknya semasa menjadi pembina pramuka sejak tahun 2015.

"Hukuman fisik atau badan itu melanggar konvensi anti-penyiksaan dan Indonesia merupakan salah satu negara yang sudah meratifikasi itu, serta melanggar reformasi hukum di Indonesia," ujarnya.

Anam mengimbau semua pihak berkomitmen menghindari hukuman fisik ini, mulai polisi, jaksa tidak menuntut hukuman kebiri, dan hakim juga tidak memutuskan hukuman kebiri tersebut. "Siapa pun pasti mengecam sekeras-kerasnya pelaku kejahatan seksual, apalagi korbannya anak-anak, namun kami berharap hukumannya tidak sebiadab itu (kebiri)," ucapnya menegaskan.

Anam menjelaskan penolakan terhadap hukuman kebiri ini bukan berarti Komnas HAM mengabaikan kasus pencabulan anak di bawah umur dan pihaknya tetap mengecam tindakan tersebut, namun hukuman kebiri kimia seharusnya tidak diterima pelaku karena hal tersebut melanggar HAM. "Kami berharap adanya peninjauan ulang terhadap hukum kebiri itu dan dalam konteks HAM, hukuman kebiri itu bagian dari pelanggaran HAM, sehingga jangan dilaksanakan," ujarnya.

Ia berharap jaksa penuntut umum (JPU) melakukan upaya banding atas putusan majelis hakim PN Surabaya terhadap terpidana kasus pencabulan anak tersebut, agar pengadilan tinggi bisa meninjau kembali putusan majelis hakim di PN Surabaya. "Saya sangat setuju pelaku kejahatan seksual dihukum seberat-beratnya, misalnya, hukuman seumur hidup, namun jangan memberikan hukuman yang menyebababkan cacat fisik permanen atau semi permanen," katanya.

Berdasarkan catatan Komnas HAM, lanjut dia, ada dua kasus hukuman kebiri kimia yang diberikan kepada pelaku kejahatan seksual di Indonesia yakni Muh Aris bin Syukur yang menjadi terpidana kasus pemerkosaan sembilan anak di Mojokerto, dan Rahmat Slamet Santoso yang menjadi terpidana dalam kasus pencabulan 15 anak di Surabaya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement