REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nama Karisma Evi Tiarani seketika ramai diperbincangkan setelah perempuan berusia 18 tahun itu berhasil memecahkan rekor dunia lari 100 meter putri dalam Kejuaraan Dunia Para Atletik di Dubai, Uni Emirat Arab, pada 13 November 2019 lalu. Evi berhasil membuktikan kepada seluruh masyarakat Indonesia bahwa dirinya tetap mampu mengukir prestasi meski memiliki keterbatasan fisik.
Pada ajang tersebut, Evi tampil di kelas T63 alias tunadaksa. Di sana, ia harus bersaing dengan para atlet senior yang jauh lebih berpengalaman jika dibandingkan dengan dirinya.
Namun, dengan tekad yang kuat, Evi pun sukses meraih gelar juara dengan catatan waktu 14,72 detik. Ia berhasil melampaui atlet asal Italia, Monica Graziana Contrafatto, yang berada di posisi kedua dengan catatan waktu 15,56 detik, dan Gitte Haenen asal Belgia yang menghuni tempat ketiga dengan catatan waktu 15,60 detik. Selain mendapat medali emas, Evi juga berhasil mencetak rekor dunia baru atas namanya.
Secara otomatis, Evi juga berhak lolos ke Paralimpiade Tokyo 2020. Perempuan asal Desa Talak Broto Kecamatan Simong Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, itu bahkan tak menyangka bisa memenangkan kejuaraan tersebut.
"Sebenarnya, saya tak menyangka juga bisa juara dunia karena lawan juga senior-senior, pasti lebih berpengalaman, apalagi ini kan pertandingan tingkat dunia yang pertama untuk saya, jadi masih nggak nyangkalah," kata Evi di Jakarta, Kamis (21/11).
Evi mengungkapkan motivasi yang ia miliki dalam balapan tersebut adalah untuk membanggakan orang tua dan memberikan yang terbaik untuk Indonesia. Selain itu, meski tidak menyangka bisa memenangkan balapan melawan para atlet yang jauh lebih senior, Evi sejak awal mempunyai target untuk memecahkan rekor sendiri dan ingin meraih medali emas di ajang internasional.
"Targetnya di awal itu bisa melampaui rekor pribadi, limit sebelumnya kan saya 14,90 detik dan kemarin 14,72," kata Evi. "Motivasi khususnya untuk membanggakan orang tua dan memberikan yang terbaik buat Indonesia."
Atas keberhasilannya mengharumkan nama bangsa, Evi lantas mendapatkan bonus senilai Rp 100 juta yang diberikan oleh Bank BPR Syariah dan disaksikan oleh Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PB PASI). Selain Evi, sprinter Indonesia Lalu Muhammad Zohri juga mendapat bonus senilai Rp 360 juta. Acara penyerahan bonus kepada atlet atletik tersebut berlangsung di Stadion Madya, Jakarta pada Rabu (20/11).
"Pertama, saya bersyukur dan menghormati atas pemberian penghargaan ini. Semoga ini bisa memotivasi seluruh atlet National Paralympic Committee (NPC) untuk memberikan yang terbaik untuk Indonesia," kata Evi usai pemberian bonus.
Evi mengungkapkan akan menabung bonus yang ia dapatkan. Pasalnya, ayah Evi yang selama ini menjadi tumpuan keluarga telah berhenti bekerja lantaran sempat menderita sakit. Sementara ibu Evi bekerja sebagai ibu rumah tangga. Sebab itu, Evi dan sang kakak yang kini bertugas menghidupi keluarga.
Evi menyerahkan sebagian besar bonus yang ia dapatkan agar dikelola oleh kedua orang tuanya, yang merupakan motivasi Evi untuk terus berkembang. Selain itu, Evi mengungkapkan akan memanfaatkan sebagian bonusnya untuk membeli tanah di Solo atau Boyolali.
Di sisi lain, karena haus akan prestasi, Evi langsung memusatkan fokusnya untuk meraih prestasi di ajang yang akan datang. Dia berharap bisa kembali menyumbangkan emas dalam ajang ASEAN Paragames Filipina dan Olimpiade Paralimpik di Tokyo, Jepang, tahun depan. Evi mengaku telah mempersiapkan diri dengan mengikuti semua instruksi yang diberikan oleh pelatih. "Targetnya emas sama bisa memecahkan rekor sendiri. Saat ini masih fokus di ASEAN Paragames Filipina," kata dia.