Jumat 22 Nov 2019 20:20 WIB

Putusan Hukum First Travel tak Akomodasi Kepentingan Jamaah

Putusan Hukum First Travel Tak Akomodasi Kepentingan Jamaah

Pembagian Aset First Travel
Foto: republika
Pembagian Aset First Travel

REPUBLIKA.CO.ID, Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) berkomentar mengenai putusan kasasi pimpinan First Travel), Jimmy Simanjuntak, putusan hukum atas kasus penipuan umrah yang dilakukan First Travel terindikasi tidak mengakomodasi kepentingan calon jamaah umrah. Pasalnya, sebenarnya harus ada dua pilihan putusan hukum atas berbagai kasus masif yang memiliki irian hak tagih korban dan dakwaan terhadap pelaku usaha.

'Hal ini khususnya yang terkait dengan harta kekayaan pelaku yang diduga diperoleh dari transaksi yang dilakukan dengan korban. Di sini ada dua pilihan,'' kata Jummy dalam rilis yang diterima Republika.co.id (Jumat, 22/11).

Menurut Jummy, pada pilihan pertama hal itu adalah putusan hukum untuk mengembalikan barang bukti sitaann untuk dibagikan kepada korban. Pilihan kedua yaitu dirampas dan memerintahkan untuk disetorkan ke kas negara.

Jimmy menegaskan bagii AKPI, dalam hal ada kasus yang bersifar masif yang melibatkan puluhan ribu korban, pihaknya mendorong agar masyarat dan penegak hukum mengacu pada aturan yang berlaku."AKPI mendorong agar masyarakat dan penegak hukum untuk memanfaatkan UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan).''

"Tujuannya supaya hakim perkara pidana memiliki sarana untuk memfasilitasi penyaluran hasil sitaan pidana. Ini yang nantinya dipakai untuk mengganti kerugian yang telah dialami korban," kata Jimmy lagi.

AKPI, kata Jimmy, juga memberikan masukan terkait kasus First Travel yang pernah menjalankan proses Penundaan Kewajiban Pembayaraan Utang (PKPU) dengan perdamaian yang disahkan.

Jimmy mengatakan pihaknya berpandangan kasus ini sesungguhnya pernah secara tepat berada dalam jalur penegakan Hukum Kepailitan. Sesuai dengan ketentuan Pasal 21 UU Kepailitan bahwa yang menjadi harta pailit adalah harta yang ada maupun yang akan ada di kemudian hari.

"Dengan kata lain kepailitan dapat menjadi sarana penampung dan pengelola harta sitaan yang mungkin secara bertahap akan dilikuidasi melalui proses sidang," ungkapnya.

Sementara Sekjen AKPI Dedy Kurniadi mengatakan bahwa meskipun PKPU yang dimaksud berakhir dengan pengesahan perdamaian, tidak tertutup kemungkinan untuk mambatalkan perdamaian.

Caranya melalui proses pembatalan perdamaian sebagaimana diatur dalam Pasal 291 jo 170 Jo 171 UU Kepailitan yang dapat berakibat dinyatakan pailitnya Firs Travel (Debitor).

"Kejaksaan, memiliki posisi istimewa dalam penegakan hukum Kepailitan sebagaimana yang termuat dalam pasal 2 ayat 2 UU Kepailitan yang memberikan kewenangan untuk menjadi pemohon pernyataan pailit untuk kepentingan umum. Dalam hal ini kejaksaan menjadi pemohon pailit dapat mengangkat Balai Harta Peninggalan (BHP) sebagai perwakilan pemerintah dan wujud kehadiran negara sebagai kurator yang mengurus dan membereskan harta pailit," kata Dedy.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement