REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Alquran tak hanya membahas perkara akhlak dan ibadah individual hambanya saja, lebih dari itu, ilmu sains juga termaktub di dalamnya. Salah satu sains yang diabadikan dalam Alquran adalah mengenai alam semesta yang terus mengembang, luas tak berujung.
Dalam buku Mukjizat Alquran karya Pakar Tafsir Terkemuka, Quraish Shihab, Alquran juga mengisyaratkan mengenai asal-usul alam semesta, yakni isyarat bahwa langit dan bumi tadinya merupakan satu gumpalan. Allah SWT berfirman: “Awalam yara ladzina kafaruu anna-samawati wal-ardha kanata ratqan fafataqnahuma, wa ja’alana minal-ma-i kulla syai’in hayyin, afala yu’minun,”.
Yang artinya: “Tidakkah orang-orang kafir memerhatikan bahwa langit dan bumi tadinya merupakan satu yang padu (gumpalan). Kemudian Kami memisahkannya dan Kami jadikan dari air segala sesuatu yang hidup. Maka mengapa mereka tidak juga beriman?”
Alquran memang tidak menjelaskan bagaimana terjadinya pemisahan tersebut, tetapi apa yang dikemukakan tentang keterpaduan alam raya dalam pemisahannya itu dibenarkan oleh observasi para ilmuwan.
Secara padanan bahasa, kata ‘Kami’ merupakan perwakilan dari kehendak Allah dan campur tangan unsur ciptaan-Nya atas perintahNya. Namun ketika redaksi Alquran menggunakan kata ‘Aku’, maka Allah menggunakan ‘tanganNya’ sendiri dalam menciptakan sesuatu.
Dalam ayat di atas, Allah menggunakan padanan ‘Kami’, yang artinya terdapat beragam unsur yang mengiringi penciptaan tersebut. Misalnya dalam observasi Edwin Hubble pada 1929 menunjukkan adanya pemuaian alam semesta.
Hal ini merujuk pada kebenaran bahwa alam semesta itu berekspansi sebagaimana yang tertuang pada Alquran surat adz-Dzariyat ayat 47 berbunyi: “Wa sama-a banaynaha biaydin wa inna lamursalun.” Yang artinya: “Dan langit Kami bangun dengan kekuasaan (Kami), dan sesungguhnya kami benar-benar meluaskan/mengembangkannya,”.
Karena sifat langit atau alam semesta yang ekspansif, fisikawan asal Rusia George Gamow menilai terdapat sekitar 100 miliar galaksi yang masing-masing memiliki rata-rata 100 miliar bintang. Tetapi jika ditarik ke belakang, semua benda-benda langit yang tak terhitung banyaknya itu merupakan satu gumpalan yang terdiri dari neutron. Belakangan, gumpalan itu meledak dengan ledakan besar dan dikenal sebagai teori big bang.
Keabsahan teori ini bahkan diterima hampir seluruh ilmuwan sains modern hingga hari ini. Bahkan ilmuwan sains asal Inggris Stepehen Hawking telah cukup lama menghabiskan masa hidupnya untuk meneliti tentang big bang dan lubang hitam (black hole).
Professor Stephen Hawking menyampaikan makalah 'Why We Should Go Into Space' di The George Washington University, Washington.DC, (21/4/2008).
Dari ledakan inilah kemudian dikenal istilah teori the expanding universe. Menurut teori ini, alam semesta bersifat seperti balon atau gelembung karet yang sedang ditiup ke segala arah. Adapun langit yang kita lihat saat ini sebenarnya semakin tinggi dan semakin mengembang ke segala arah dengan kecepatan yang luar biasa.
Teori ini jauh-jauh hari telah diisyaratkan dalam Alquran surah al-Ghasyiyah ayat 17-18: “Afala yanzuruna ilal-ibili kaifa khuliqat. Wa ila-sama-i kayfa rufia’at.” Yang artinya: “Tidakkah mereka memerhatikan bagaimana unta diciptakan dan langit ditinggikan?”.
Dalam buku A Brief History of Time karya Stephen Hawking disebutkan, pada 1920-an ketika para ahli astronomi mulai mengamati spektrum bintang-bintang di galaksi lain ditemukan suatu hal yang aneh. Yakni set warna yang hilang dari bintang-bintang di galaksi kita (Bima Sakti/Milky Way Galaxy) dan kesemuanya bergeser ke arah ujung merah dalam spektrum.
Setelah dilakukan sejumlah penelitian, para ilmuwan beranggapan bahwa pergeseran cahaya bintang itu akibat adanya pergerakan galaksi-galaksi yang ada. Namun belakangan secara mengejutkan diketahui, seluruh galaksi justru bergerak menjauhi galaksi kita. Artinya secara singkat, alam semesta memang mengembang.
Hawking menyebut bahwa makin jauh suatu galaksi dari jarak galaksi kita, maka pergerakannya menjauh begitu cepat. Yang artinya, alam semesta tak bisa statis dan sedang mengembang yang mengakibatkan jarak antar-berbagai galaksi selalu berubah.
Dari sekian banyak penelitian sains dari era kontemporer hingga modern, tak ada sedikitpun yang melenceng dari apa yang diisyaratkan Alquran. Padahal Alquran diturunkan sejak masa-masa sebelumnya atau berabad-abad lalu atau tepatnya pada 27 Oktober 632 Masehi. Sehingga hal ini membuktikan bahwa Alquran bukanlah karangan manusia melainkan sabda Yang Mahakuasa, Allah SWT.