REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengusulkan 10 materi pokok kursus pra nikah masuk dalam materi sertifikasi perkawinan yang rencanananya diterapkan 2020 mendatang.
Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo, mengatakan pihaknya sangat berkonsentrasi pada urusan kesehatan reproduksi pada calon pengantin.
"Saya rasa penting di adakannya penyuluhan pra nikah dalam hal ini BKKBN memberikan penyuluhan tentang kesehatan reproduksi bimbingan ini, jadi ini tidak sulit untuk kami," ujarnya saat mengisi diskusi FMB9 bertema "Perlukah Sertifikasi Perkawinan?", di Kemenkominfo, di Jakarta, Jumat (22/11).
"Semua materi yang kami sampaikan nanti akan disajikan sangat sederhana, jadi semua bisa paham," ujarnya. Adapun semua materi yang sudah disiapkan BKKBN meliputi:
- Mengapa harus imunisasi pra nikah
- Pentingnya konsumsi vitamin seperti asam folat, vitamin D sejak hamil
- Merencanakan kehamilan yang sehat dan menghitung masa subur
- Bagaimana pengaruh dan cara mengatasi mual muntah saat kehamilan awal
- Mengenali tanda-tanda bayi sehat dalam kandungan
- Mengenali tanda-tanda berbahaya selama kehamilan
- Pengaruh stres terhadap kehamilan
- Pengaruh polutan lingkungan terhadap kehamilan (rokok dll)
- Teknik mencegah /menunda kehamilan
- Merawat 1000 hari pertama kehidupan (asih asah asuh)
Sementara itu, di tempat yang sama, Deputi IV Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Ghafur Akbar Dharma Putra, mengatakan sertifikasi pranikah bertolak dari pemahaman bahwa keluarga merupakan fondasi penting dalam pembangunan sumber daya manusia.
Dia menambahkan, hal itu seiring dengan fokus pembangunan Pemerintahan Presiden Joko Widodo jilid dua, yakni pembangunan sumber daya manusia (SDM).
“Bimbingan perkawinan merupakan salah satu cara pemerintah dalam meningkatkan kualitas hidup manusia. Kami meyakini, keluarga yang kokoh, tangguh, dan berketahanan merupakan pondasi dalam menciptakan ketahanan nasional,” katanya.
Jadi, Akbar melanjutkan, bimbingan perkawinan adalah usaha nyata untuk mempersiapkan pasangan calon memasuki mahligai rumah tangga. Lantaran itulah, kelak dalam bimbingan perkawinan yang tengah digodok pemerintah akan diisi dengan sejumlah materi terkait.
“Antara lain, cara mewujudkan keluarga bahagia. Kemudian bagaimana membangun kesadaran bersama antara suami istri, termasuk soal berbagi peran. Selanjutnya, ada pula materi tentang mewujudkan keluarga sehat dan berkualitas,” katanya.
Selain itu, Akbar mengatakan, juga disiapkan materi tentang upaya mengatasi konflik keluarga, lalu materi terkait upaya memperkokoh komitmen.
“Disiapkan pula materi terkait keterampilan hidup untuk menghadapi tantangan global, dalam hal ini lifeskill dan softskill. Misalnya dengan memberi kemampuan berusaha, termasuk mendapatkan modal untuk usaha,” ujarnya.
Materi-materi itu dinilai penting karena kondisi rumah tangga di Indonesia secara umum, seperti diungkapkan data Susenas 2018, sedikitnya terjadi 11,2 persen perkawinan anak atau di bawah umur.
Bukan hanya itu, sepanjang 2018 pun, berdasarkan data Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung ada sebanyak 375.714 kasus perceraian yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Data lain, dari Kementerian Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Perempuan (KPPPA), juga mengungkap bahwa sebanyak 1.220 pelaku kekerasan keluarga adalah orang tua dan 2.825 pelaku lainnya adalah suami/istri.
“Angka-angka itu cukup tinggi. Dan yang lebih menyedihkan lagi, data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sepanjang 2017 menunjukkan bahwa sedikitnya 393 anak mengalami kekerasan seksual dalam rumah tangga,” ujarnya. N Rr Laeny Sulistyawati