Sabtu 23 Nov 2019 16:42 WIB

Aminuddin Maruf Sanggah Stafsus Milenial Hanya Gimik

Aminuddin sebut stafsus dari kalangan milenial berguna untuk regenerasi kepemimpinan

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Presiden Joko Widodo (keempat kiri) bersama staf khusus yang baru dari kalangan milenial (kiri ke kanan) CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra, Perumus Gerakan Sabang Merauke Ayu Kartika Dewi, Pendiri Ruang Guru Adamas Belva Syah Devara, Peraih beasiswa kuliah di Oxford Billy Gracia Yosaphat Mambrasar, CEO dan Founder Creativepreneur Putri Indahsari Tanjung, Pendiri Thisable Enterprise Angkie Yudistia dan Mantan Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia/PMII Aminuddin Ma
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Presiden Joko Widodo (keempat kiri) bersama staf khusus yang baru dari kalangan milenial (kiri ke kanan) CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra, Perumus Gerakan Sabang Merauke Ayu Kartika Dewi, Pendiri Ruang Guru Adamas Belva Syah Devara, Peraih beasiswa kuliah di Oxford Billy Gracia Yosaphat Mambrasar, CEO dan Founder Creativepreneur Putri Indahsari Tanjung, Pendiri Thisable Enterprise Angkie Yudistia dan Mantan Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia/PMII Aminuddin Ma

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Staf Khusus (Stafsus) Presiden Joko Widodo (Jokowi) dari kalangan milenial, Aminuddin Ma’ruf, mengaku tugas menjadi stafsus presiden di kalangan milenial adalah untuk memvariasikan kebijakan-kebijakan dalam sentuhan kreativitas dan inovasi. Ia menyanggah jika stafsus di kalangan milenial disebut gimik politik apalagi politik akomodatif. 

“Menurut saya, berlebihan jika penunjukan Stafsus di kalangan milenial disebut gimik. Presiden Jokowi memberikan kami kesempatan untuk mengelola pemerintah dan negara. Lalu, kami diberikan pembekalan dan pembelajaran. Kami pun saling berdiskusi apa yang menjadi pembenturan pemerintah dan birokrasi. Hambatan apa saja yang mengganggu dan membatasi percepatan yang ingin dikerjakan oleh pemerintah dengan prioritas pemerintah visi indonesia maju,” katanya dalam diskusi 'Efek Milenial di Lingkaran Istana' di Hotel Ibis, Jakarta Pusat, Sabtu (23/11).

Baca Juga

Kemudian, Amin mengaku stafsus di kalangan milenial saat ini sosoknya patut dicontoh karena mereka memiliki pendidikan, pengalaman dan karya yang luar biasa di bidangnya masing-masing. “Justru saya merasa biasa saja dibandingkan mereka. Saya juga meragukan diri saya sendiri,” kata dia.

Amin melanjutkan walaupun para stafsus mayoritas merupakan Pejabat Eksekutif Tertinggi (CEO) dalam perusahaannya masing-masing tetapi mereka tetap pada posisi tersebut dengan memberikan masukan-masukan pada Presiden Jokowi dalam mengelola pemerintah dan negara.

Lalu, Amin menambahkan Presiden Jokowi sudah memikirkan regenerasi kepemimpinan 10 sampai 20 tahun mendatang. Sehingga sebagai stafsus di kalangan milenial nantinya bisa mengetahui sistem pemerintah dan negara. “Ya para stafsus ini memang kalangan milenial tapi kami semua memiliki keahlian di bidang masing-masing,” katanya.

Sementara itu, Juru bicara Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Muhammad Kholid, mengatakan, Presiden Jokowi harus menjelaskan tugas stafsus dari kalangan milenial Jangan sampai stafsus tersebut hanya gimik dari pemerintahan untuk melibatkan generasi muda.

“Keberadaan stafsus dari kalangan milenial memang benar-benar membantu Jokowi dalam perumusan kebijakan. Tapi perlu ada tugas yang jelas bagi para generasi muda tersebut. Jangan sampai stafsus tersebut hanya gimik pemerintah saja. Semoga bukan gimik tapi ada kebijakan yang konkret,” kata dia.

Kholid menambahkan saat ini pemerintah sudah memiliki sejumlah lembaga yang memiliki kewenangan untuk memberikan masukan terhadap presiden. Diantara lain seperti, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Kantor Staf Presiden (KSP), Deputi, Utusan Khusus Presiden, Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) dan saat ini ditambah dengan tujuh stafsus yang berasal dari kalangan milenial. Sehingga dengan adanya stafsus dari kalangan milenial ini membuat lembaga pemerintahan semakin banyak atau berlebihan.

Kholid menyarankan jika Presiden menambah stafsusnya, maka harus ada kebijakan yang jelas terkait dengan strategi mengelola bonus demografi yang ada. Sedangkan pertumbuhan ekonomi masih tetap berada di sekitar lima persen. Lalu, Kholid khawatir lembaga pemerintahan yang banyak ini justru membuat Presiden Jokowi nantinya bingung dalam mengambil keputusan kebijakan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement