REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Keuangan dan Investasi PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero) atau Asuransi Jasindo Didit Mehta Pariadi mengatakan telah terbentuk konsorsium 50 perusahaan asuransi umum di Indonesia bersama lima perusahaan reasuransi dan satu perusahaan reasuransi katastropik yang dikenal spesialis menangani bencana. Ini merupakan upaya dalam melindungi aset pemerintah.
Didit merujuk sejumlah kejadian bencana yang kerap merusak bangunan milik pemerintah. Ketiadaan asuransi membuat upaya pemerintah memulihkan pelayanan cenderung lambat lantaran rusaknya fasilitas infrastruktur.
"Pemerintah tidak ingin layanan berhenti pada waktu asetnya bermasalah ketika bencana," ujar Didit saat media gathering di Bogor, Jawa Barat (Jabar), Jumat (22/11) malam.
Ia mengambil contoh di mana biasanya APBN diketok pada November. Apabila terjadi bencana pada Desember, pemerintah harus menunggu untuk memasukan anggaran perbaikan pada APBN tahun berikutnya. "Bisa menunggu satu atau dua tahun baru membangun," kata Didit.
Hal ini berbeda apabila bangunan pemerintah telah mendapat perlindungan dari asuransi. Kata dia, asuransi sudah langsung mampu membayarkan dalam kurun waktu 30 hari. Dengan begitu, proses pemulihan bangunan bisa dilakukan lebih cepat. Didit menjelaskan ide pemberian asuransi terhadap bangunan milik pemerintah pusat sudah digodok sejak dua tahun lalu lantaran harus mengubah peraturan yang ada dalam undang-undang APBN.
Didit mengungkapkan produk asuransi terhadap barang milik negara mulai akan dilakukan pada 1 Desember 2019 dengan penyerahan polis pertama dari konsorsium kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Didit menyebut sejumlah gedung milik Kemenkeu dengan perkiraan aset sebesar Rp 10 triliun menjadi pilot project. Dalam perjalanan ke depan, kata Didit, OJK dan konsorsium akan melakukan evaluasi setiap tahun terhadap anggota konsorsium.
Didit berharap program asuransi terhadap bangunan milik pemerintah pusat jika diikuti oleh pemerintah daerah (pemda). Pasalnya, sejumlah daerah di Indonesia dikenal sebagai wilayah rawan bencana.
"Mudah-mudahan ini akan membangun keinginan pemda melakukan hal yang sama," harap Didit.