Sabtu 23 Nov 2019 20:24 WIB

Perjuangan Sultan Abdul Hamid II Jaga Persatuan Umat Islam

Sang sultan mengatakan umat Islam wajib menjaga persatuan dunia islam.

Sultan Abdul Hamid II.
Foto: Wikipedia.org
Sultan Abdul Hamid II.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ottoman adalah salah satu kesultanan yang memiliki sejarah paling panjang. Catatan-catatan lama dari para ahli sejarah telah mengurai kisah-kisah heroik dari kesultanan yang berpusat di Istanbul Turki ini. Salah satu satunya adalah perjuangan Sultan Abdul Hamid II dalam menjaga warisan umat Islam, tanah Palestina.

Ia bisa disebut sebagai benteng terakhir Ottoman dalam upaya menjaga persatuan dunia Islam. Dalam buku catatan pribadi, Sultan Abdul Hamid II menjelaskan tentang pentingnya melakukan gerakan menanamkan kembali nilai ukhuwah Islamiyah di antara kaum Muslimin dunia, baik Cina, India, Arab, Afrika, dan tempat-tempat lain.

Sultan Abdul Hamid II menegaskan keyakinannya tentang kemungkinan lahirnya kesatuan dunia Islam.Ia mengatakan, umat Islam wajib menguatkan ikatan persaudaraan di belahan bumi lain.

Satu dan lainnya wajib saling mendekat dan merapat dalam intensitas yang sangat kuat. Tidak ada harapan lagi untuk kebangkitan dan kejayaan di masa depan kecuali dengan persatuan umat Islam.

“Memang waktunya belum datang, tapi dia akan datang. Akan datang suatu hari di mana kaum Muslimin akan bersatu dan mereka akan bersama-sama dalam satu kebangkitan yang serentak. Akan ada seorang yang memimpin umat ini dan mereka akan menghancurkan kekuatan orang-orang kafir, “tulisnya.

Capaian Sultan Abdul Hamid II

Menurut catatan New World Encyclopedy, Sultan Abdul Hamid II dilahirkan di Istanbul pada 21 September 1842. Nama lengkapnya adalah Abdul Hamid bin Abdul Majid bin Mahmud bin Abdul Hamid bin Ahmad.

Ayahnya adalah Sultan Abdul Madjid dan ibunya adalah Tir-i Mujgan Kadin Efendi yang berasal dari Sirkasia, sebuah wilayah yang terletak di persimpangan Eropa Timur dan Asia Barat di antara Laut Hitam dan Laut Kaspia. Ibunya meninggal saat Sultan Abdul Hamid II masih berusia tujuh tahun. Selepas kepergian ibunya, Abdul Hamid kecil diasuh ibu tirinya yang bernama Pristu Kadin.

Di lingkungan tempat tinggalnya, Abdul Hamid kecil dianggap sebagai anak yang lemah dan sering jatuh sakit. Hal itu membuat dirinya sekuat tenaga mempelajari segala macam disiplin ilmu untuk menutupi kekurangannya. Di bawah didikan ayahnya secara langsung, ia tumbuh menjadi seorang remaja yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Ia sudah mampu menguasai bermacam bahasa pada usia muda. Di samping itu, ia dikenal senang membaca dan bersyair.

Lambat laun, stigma negatif tentang dirinya yang lemah dan gampang sakit mulai pudar. Masyarakat mulai mengakui keberadaannya sebagai sosok pribadi yang kelak akan menjadi orang nomor satu di Kesultanan Turki Usmani. Penilaian masyarakat di sekitar tempat tinggalnya bukan isapan jempol yang tak memiliki alasan. Sultan Abdul Hamid II dikenal sebagai sosok yang sangat cerdas dan peduli sesama.

Ia menjadi khalifah Turki Usmani menggantikan pamannya, Abdul Aziz, yang bergelar Murad VI pada 1876. Pamannya yang berkuasa cukup lama ini diturunkan dari jabatannya sebagai khalifah, kemudian dibunuh oleh pembencinya. Selanjutnya, masa depan Kesul tanan Turki Usmani berada di pundak Sultan Abdul Hamid II.

Selama memerintah, sejumlah capaian-capaian mentereng direngkuh Sultan Abdul Hamid II, seperti mendirikan universitas, akademi seni rupa, sekolah keuangan dan pertanian.

Selain itu, ia membuka banyak sekolah dasar, sekolah menengah atas, sekolah untuk kaum difabel, juga mendirikan Rumah Sakit Sisli Etfal dengan uangnya sendiri. Dia juga memprakarsai pembangunan jembatan di dua tepi selat Bosphorus serta rel kereta api.

 

sumber : Islam Digest Republika
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement