REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Berdasarkan beberapa resolusi Dewan Keamanan PBB, pemukiman Israel di wilayah pendudukan Palestina ilegal di mata hukum internasional. Pemukiman itu melanggar Konvensi Jenewa Keempat yang melarang Kekuatan Pendudukan untuk mengirimkan populasi ke wilayah yang diduduki.
Maka langkah Amerika Serikat (AS) mendukung pemukiman tersebut yang diumumkan Menteri Luar Negeri Mike Pompeo pada Selasa (19/11) lalu tidak memiliki dasar hukum. Direktur Human Rights Watch (HRW) untuk Israel dan Palestina Omar Shakir mengatakan pemerintahan Presiden AS Donald Trump tidak bisa menyingkirkan begitu saja hukum internasional yang sudah mapan puluhan tahun.
"Ada konsensus di luar pemerintahan Israel, dan diluar pemerintah Trump, bahwa pemukiman itu ilegal, tidak kontroversial untuk mengatakan pemukiman itu ilegal seperti mengatakan penyiksaan itu ilegal, itu hitam-putih hukum internasional," kata Shakir dalam acara The Arena yang disiarkan stasiun televis Aljazirah, Ahad (24/11).
Pengumuman Pompeo itu menarik berbagai perhatian. PBB dan Uni Eropa sudah menyatakan mereka masih menilai pemukiman tersebut ilegal. Selain tanggapan dari luar negari keputusan AS ini juga telah berdampak di dalam pemukiman itu sendiri.
Pada Jumat (22/11) orang-orang Israel yang tinggal di pemukiman itu menyerang lima desa di wilayah yang diduduki di Tepi Barat. Mereka membakar kendaraan dan pohon zaitun. Meninggalkan tulisan di dinding-dinding rumah.
Juru bicara kantor pemerintahan Nablus, Ghassan Daghlas mengatakan orang-orang Yahudi membakar lima mobil dan membuat grafiti di dua tempat. Penduduk desa menyebarkan foto-foto kerusakan di media sosial.
Polisi Israel mengatakan mereka akan menyelidiki laporan ini. Polisi dan unit militer akan mengunjungi wilayah yang diserang.
Ratusan ribu orang Yahudi tinggal di Tepi Barat. Wilayah yang diduduki oleh Israel pada tahun 1967 dalam Perang Timur Tengah. Palestina mengklaim Tepi Barat bagian dari negara mereka nantinya.
Para pemukiman garis keras dikenal sering melakukan serangan 'price tag' atau Arvut Hadadit untuk merespon serangan milisi Palestina atau melemahnya upaya otoritas Israel untuk perluasan pemukiman tersebut. Serangan price tag biasanya vandalisme ke pemukiman Palestina.
Belum diketahui apa yang memicu serangan ini. Sementara itu Jalur Gaza otoritas Kesehatan Palestina mengatakan ada seorang laki-laki tewas setelah terluka dalam serangan udara Israel pada bulan ini yang membuuh delapan anggota keluarganya.
Kementerian Kesehatan Gaza mengidentifikasi laki-laki itu bernama Mohammed Abu Malhous, berusia 40 tahun. Ada dua orang perempuan dan lima orang anak di bawah 13 tahun yang terbunuh dalam serangan udara Israel tersebut.
Militer Israel mengatakan mereka mengincar 'infrastruktur kelompok Jihad Islam'. Tidak mengira ada warga sipil di sekitar target. Mereka mengatakan proses penyelidikan sedang dilakukan.
Serangan udara terjadi dua hari setelah Israel menggelar serangan berencana ke komandan Jihad Islam. Pertempuran ini telah membunuh 35 orang Palestina.