Ahad 24 Nov 2019 20:45 WIB

Tudingan Humphrey Djemat Dinilai Ngawur

Penunjukkan menteri merupakan hak prerogatif presiden.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Teguh Firmansyah
Humphrey Djemat.
Foto: Antara/Galih Pradipta
Humphrey Djemat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Sekretaris Jenderal PPP Ahmad Baidowi menyebut tudingan Ketua Umum PPP Kubu Muktamar Jakarta Humphrey Djemat soal calon menteri Joko Widodo harus membayar Rp 500 miliar adalah klaim ngawur. Tudingan tersebut tak bisa dipertanggungjawabkan.

"Ini ngawur, tak bisa dipertanggungjawabkan. Agar gentle sebut saja siapa orangnya dan partainya, sehingga tidak menjadi fitnah politik. Apalagi dia harus memahami bahwa penunjukan menteri di kabinet merupakan hak prerogratif Presiden Joko Widodo," ujar Baidowi dalam konfirmasinya, Ahad (24/11).
 
Baidowi yang kerap disapa Awiek ini pun mempertanyakan asal muasal ucapan Humphrey yang menyebut seorang calon menteri harus membayar Rp 500 miliar ke partai politik. Tudingan itu tidak masuk akal.
 
"Lagian ngitung isu Rp 500 M darimana? Gaji menteri lima tahun berapa? Kapan baliknya? Belum lagi kalau diganti di tengah jalan, makin tidak ketemu rumus pengembaliannya," ujar dia.
 
Dalam kesempatan yang sama, Awiek juga menolak penyebutan Humphrey sebagai salah satu tokoh PPP. Menurut dia, PPP yang sah adalah PPP pimpinan Suharso Monoarfa.
 
"Tolong jangan sebut Humphrey sebagai PPP, karena berdasarkan putusan pengadilan PPP hanya satu yakni hasil Muktamar Pondok Gede," ujar Awiek menambahkan.
 
Sebelumnya, Humphrey Djemat menyebut adanya calon menteri yang hampir jadi pilihan Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus membayar sebanyak Rp 500 miliar ke Partai politik (parpol). Pembayaran itu agar parpol mau mendorong calon menteri tersebut.
 
Humphrey menyebut, calon menteri itu merupakan profesional dari kalangan non-parpol. Namun, ia tak menyebut, calon menteri yang diklaim sebagai temannya itu . Ia juga menolak menyebut partai mana yang disebutnya mematok Rp 500 miliar itu.

Baca Juga

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement