Jeli membaca peluang memang syarat awal keberhasilan. Itulah yang dilakukan Chrisanti Indiana, Christopher Madiam, dan John Rasjid. Melihat belum ada marketplace ataupun media sosial yang menjual khusus produk kecantikan, mereka mendirikan Sociolla di bawah bendera PT Social Bella Indonesia.
Dirilis Maret 2015, Sociolla adalah platform e-commerce yang spesifik hanya untuk produk kecantikan. “Karena menurut saya, beauty industry tidak bisa campur-campur dengan yang lain,” ujar Chrisanti, CMO Social Bella Indonesia.
Sebagai pemain e-commerce yang membuat terobosan (fokus pada produk kecantikan), langkah Sociolla tidak langsung mulus. Salah satunya karena beauty awareness yang masih rendah. Chrisanti menuturkan, kebanyakan orang terlalu fokus pada harga dan mengabaikan keaslian barang.
Menghadapi hal itu, Sociolla banyak melakukan edukasi tentang kosmetik dan kecantikan. Sambil berjalan, mereka juga membuat beauty journal. Isinya: pengetahuan tentang produk dan tip memilihnya.
Menyadari pentingnya komunitas, sedari awal berdiri, Sociolla bekerjasama dengan orang-orang yang dipandang bisa menjadi influencer. Mereka kerap menggelar event atau workshop, yang materinya terkadang di luar kecantikan, antara lain mengajarkan cara menulis.
Hasilnya positif. Ekosistem terbangun. Produsen dan konsumen terkumpul. Pasar pun menyambut. Chrisanti mengenang, di awal rilis, website sempat crash karena jumlah pengunjug jauh melebihi ekspektasi. Lewat tiga tahun, pengunjung Sociolla mencapai 1 dari 6 perempuan di Indonesia.
Saat ini produk yang dijual adalah skincare, make-up, health care, dan personal care. Dengan kontribusi yang paling banyak dijual (40%) adalah skincare. Ratusan merek telah hadir di platform Sociolla yang menyasar target pasar usia 18-30 tahun. Tahun lalu, Sociolla tumbuh lima kali lipat.
Pada awal diluncurkan, Sociolla melepas 50 merek. Kini jumlahnya ratusan, yang datang dari Amerika Serikat, negara-negara Eropa, Australia, Jepang, dan Korea Selatan. Chrisanti menyampaikan, semua produk yang masuk ke Sociolla terlebih dahulu dicoba, juga dipelajari kandungannya, product review-nya, dan produsennya. “Kami punya tim untuk meriset produk, jadi tidak bawa barang random masuk ke sini,” ucapnya seraya menjelaskan, selain Jakarta (30%), pasar Sociolla datang dari kota-kota besar.
Menyadari kelemahan pasar online, yaitu konsumen tidak bisa mencoba sebelum membeli, Sociolla menghadirkan toko fisik (di Mal Kota Kasablanka dan akan buka di Mal Puri Indah, Jakarta) agar sisi consumer experience bisa dipenuhinya. Kendati demikian, sentuhan toko online tetap ditingkatkan. Salah satunya, pengunjung bisa memindai barcode untuk mendapatkan product review.
Kinerja yang ciamik membetot investor. Sociolla mendapatkan suntikan dana US$ 12 juta (Rp 169 miliar) pada pertengahan 2018 dari EV Growth. Ke depan, e-commerce ini akan terus memperbesar pasar. Mereka menargetkan membuka satu sampai dua toko fisik lagi dan membawa lebih banyak merek lagi ke Indonesia.
Selain toko fisik, satu langkah penting untuk mendominasi pasar ini adalah merilis aplikasi SOCO (Sociolla Connect). Dalam aplikasi ini, pengunjung bisa menjadi kontributor atau anggota komunitas, berbelanja, dan memberikan product review. “Semuanya di satu tempat,” kata Chrisanti bangga. Alhasil, ia menambahkan, SOCO bukan hanya community platform. tetapi juga review platform. Di sini semua orang bisa me-review produk yang mereka beli, dan jika tertarik pada suatu review, bisa langsung membelinya. (*)
Yosa Maulana dan Sri Niken Handayani