REPUBLIKA.CO.ID, SIDOARJO -- Salah satu penyebab generasi muda mudah terkena doktrin radikalisme karena mereka belajar agama Islam melalui internet atau daring. Padahal, dunia maya itulah yang menjadi pusat penyebaran radikalisme dan terorisme. Karena itu, generasi muda atau milenial jangan hanya belajar agama Islam via daring, tetapi harus berguru pada ulama, terutama ulama yang wasathiyah (moderat).
“Seharusnya anak-anak muda ini dipahamkan ajaran agama Islam yang lurus, jangan hanya sepotong-sepotong, tidak utuh atau bahkan hanya belajar lewat online. Alangkah bagusnya bila belajar langsung kepada ulama yang memiliki pemahaman yang wasathiyah,” ujar terpidana kasus terorisme Umar Patek di Lapas Porong Sidoarjo, Kamis (21/11).
Umar Patek ditangkap karena keterlibatannya dalam insiden Bom Bali I tahun 2002. Umar juga diketahui sebagai mantan anggota Jamaah Islamiyah (JI) dan diyakini pernah menjadi amir menggantikan Dulmatin yang telah ditembak mati oleh aparat sebelumnya.
Selama di JI, Umar Patek diyakini pernah menjadi komandan lapangan pelatihan JI di Mindanao, Filipina. Bahkan gembong teroris Noordin M Top disebut-sebut pernah menjadi muridnya. Perjalanannya berakhir setelah ia tertangkap oleh aparat keamanan Pakistan di Abottabad pada tahun 2011 dan kemudian diekstradisi ke Indonesia. Ia divonis hukuman penjara 20 tahun.
Kini Umar Patek alias Hisyam bin Alizein telah menyatakan diri kembali ke NKRI. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir, ia selalu menjadi pengibar bendera Merah Putih saat peringatan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) di Lapas Porong. Tak hanya itu, Umar Patek juga aktif membantu Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melakukan program deradikalisasi terhadap para napi terorisme lainnya.
Dia meminta agar generasi muda tidak mengikuti jejaknya. Ia bahkan menekankan agar tidak mudah termakan oleh iming-iming janji surga yang instan.
“Siapa yang tidak tertarik ketika diberi janji-janji seperti itu, kamu bisa masuk surga dengan jalan pintas jika membunuh si ini, si itu. Orang dijanjikan harta miliaran saja tertarik apalagi dijanjikan surga. Apalagi mereka yang dulunya preman atau pernah berbuat kesalahan dan lain-lain, ketika diberi janji seperti itu mereka seolah-olah diberi pengampunan atau payung hukum agama. Ini yang berbahaya,” tutur Umar.