Senin 25 Nov 2019 13:09 WIB

Industri BPR-BPRS Harus Siap Hadapi Revolusi Industri 4.0

Pilihan BPR-BPRS dalam merespons revolusi digital adalah lakukan kolaborasi.

Red: Budi Raharjo
Ketua Perbarindo Joko Suyanto di sela Rakernas Perbarindo di Lampung, Senin (25/11).
Foto: Perbarindo
Ketua Perbarindo Joko Suyanto di sela Rakernas Perbarindo di Lampung, Senin (25/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri BPR dan BPRS saat ini hidup dalam ekosistem ekonomi yang sangat dinamis, penuh dengan persaingan usaha, regulasi yang dinamis, dan hadirnya disrupsi teknologi. Namun, industri ini tetap bertahan dan hadir melayani masyarakat perdesaan dan pelaku UMKM.

Hal itu ditegaskan Ketua Perbarindo Joko Suyanto di sela Rakernas Perbarindo di Lampung, Senin (25/11). Tahun ini rakernas mengambil tema 'Penguatan Sinergi BPR-BPRS untuk Memperluas Akses Layanan Perbankan Menuju Kemandirian Ekonomi'.

Baca Juga

Sejak berdirinya, Joko mengatakan, BPR–BPRS merupakan industri yang tangguh menghadapi gelombang apapun. Industri BPR sejak berdiri dan bermunculan pada 1988, sebagai respons kebijakan Pakto 88, telah menghadapi pasang surut dari kehidupan industri keuangan di negeri ini," ujar dia dalam keterangan tertulisnya.

Indikator kinerja BPR-BPRS memperlihatkan angka-angka yang masih tumbuh positif. Sampai Agustus 2019, aset industri BPR mencapai Rp 143 triliun atau tumbuh 9,47 persen dibandingkan posisi tahun lalu. Adapun kredit yang disalurkan kepada pelaku UMKM mencapai Rp 106 triliun atau tumbuh 11,44 persen.