REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK--Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Depok menunda sidang putusan perdata aset First Travel yang berlangsung di PN Depok, Senin (25/11). Humas PN Depok, Nanang Herjunanto mengatakan, sidang akan dilanjutkan pada Senin (2/12).
"Sidang ditunda karena musyawarah majelisnya belum selesai," ujar Nanang kepada wartawan di ruang kerjanya, PN Depok, Senin (25/11).
Nanang mengatakan, jika nantinya musyawarah selesai, majelis hakim yang diketuai Ramon Wahyudi dan beranggotakan Yulinda Trimurti serta Nugraha Medica Prakarsa akan memutuskan vonis kasus tersebut. Namun, Nanang mengaku tak mengetahui apakah pada Senin (2/12) nanti majelis akan kembali menunda atau sudah memegang hasil dari musyawarah tersebut.
"Itu kewenangan majelis hakimnya. Kalau sudah selesai (musyawarah) baru bisa diputus," terangnya.
Sejumlah korban First Travel berdoa sebelum mulai sidang gugatan perdata First Travel di Pengadilan Negeri Depok, Jawa Barat, Senin (25/11).
Pada sidang sebelumnya, dua pekan lalu, majelis mengagendakan sidang putusan. Nyatanya, waktu dua pekan belum cukup melahirkan putusan terhadap kasus yang membuat puluhan ribu calon jamaah ini batal umroh.
"Penundaan sidang ini baru satu kali terjadi selama digelarnya sidang perdata sejak Agustus 2019 lalu. Bila merujuk pada mekanisme persidangan, Nanang sidang selanjutnya bisa saja tertunda lagi. Tentunya kan perkara itu pada asasnya kan sederhana, cepat, dan berbiaya ringan, ya sebisa mungkin musyawarahnya secepat mungkin," jelas Nanang.
Meski begitu, Nanang mengaku tak tahu apakah sidang selanjutnya kembali ditunda atau tidak. Sebab, musyawarah majelis hakim itu sifatnya rahasia, baru dapat diketahui setelah jadwal sidang berlangsung, apakah putusannya bisa dibacakan atau masih belum selesai.
"Tak ada batasan waktu kapan seharusnya sidang rampung dilakukan sejak awal sampai akhir putusan. Tak ada asas yang mengikat perihal lama atau tidaknya sidang sebuah perkara itu digelar. Kalau memang kasusnya sulit dan membutuhkan waktunya lama ya kita juga tidak bisa memaksakan, kalau kasusnya harus cepat selesai juga, tergantung permasalahannya, itu kewenangan majelis," tutur Nanang.
Dia menambahkan, tak bisa memberikan menjelaskan apakah ditundanya putusa sidang kali ini lantaran pengaruh dari ramainya lagi kasus First Travel atau tidak. "Kami hanya bisa memberikan penjelasan bahwa musyawarah majelisnya belum selesai, Kemudian putusannya ditunda," pungkas Nanang.
Ruang sidang pun sempat ricuh saat majelis hakim persidangan menyatakan sidang tersebut ditunda hingga 2 Desember 2019 mendatang. Eni Rifqiah, koordinator jamaah mengatakan pihaknya telah menunggu lama vonis perdata kasus tersebut. Namun, hanya dalam waktu lima menit hakim menyatakan ditunda.
"Kami semua tentu kecewa, bisa dibayangkan katanya mau musyawarah tapi kenapa di tunda. Bayangkan, kami sudah mengikuti sidang ini sejak 4 Maret 2019 lalu atau kurang lebih tujuh bulan lamanya," terang Eni.
Salah satu korban First Travel, Sri Nurwati pingsan usai sidang gugatan perdata First Travel di Pengadilan Negeri Depok, Jawa Barat, Senin (25/11).
Dia menambahkan, selama ini, pihaknya telah melewati masa sulit mulai dari sidang pidana hingga mengajukan gugatan perdata. Seluruh mekanisme hukum ditempuh demi mendapatkan hak ribuan korban penipuan umrah First Travel.
"Saya mewakili 3.207 jamaah, dengan total kerugian kurang lebih Rp 49 miliar. Kami, di sini tanpa kuasa hukum sepeninggal kuasa hukum kami yang berjuang bersama meninggal dunia beberapa waktu lalu. Jadi, kami memperjuangkan kelompok kami," ungkap Eni.
Penundaan tersebut, menyebabkan puluhan jamaah yang hadir kecewa dan berteriak meminta keadilan. Bahkan salah satu, jamaah wanita pingsan. Salah seorang jamaah Zulherial yang jauh jauh datang dari Kota Palembang ke Depok untuk mengikuti sidang tersebut mengaku emosi dan empat memukul meja, karena kesal sidang diundur.
"Intinya, kami meminta ganti rugi apa yang telah kami setorkan kepada First Travel adalah hak kami. Kalau memang dilelang, serahkan kepada kami karena aset itu bukan milik negara," jelasnya.
Pensiunan polisi ini mengaku telah menyetorkan uang senilai Rp 84 Juta untuk memberangkatkan kekuarganya umrah ke Tanah Suci. Namun, tak disangka Zulherial menjadi korban penipuan.
"Kami akan terus berjuang, karena ini adalah jerih payah dari awal. Bagaimanapun caranya, kami meminta uang kami kembali," kata Zulherial.
Pembagian Aset First Travel