REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Ace Hasan Syadzily menyikapi keluarnya Surat Keputusan Bersama (SKB) menteri dan lembaga, menyangkut radikalisme Aparatur Sipil Negara (ASN). Ia meminta pemerintah menjelaskan apa yang dimaksud dengan radikalisme sebelum menerbitkan SKB Menteri.
"Harus jelas dulu apa yang dimaksud dengan radikalisme? Apa parameter dan indikatornya seorang ASN itu bisa dinilai radikalis?" kata Politikus Partai Golkar saat dihubungi oleh Republika.co.id, Senin (25/11).
Padahal, Ace mengatakan, ASN sudah memiliki semacam kode etik yang selama ini menjadi pegangan setiap institusi yang di kalangan Pemerintah. Salah satu prinsip yang harus dipegang ASN, yakni berpegang teguh terhadap Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI.
"Jika sudah tidak memiliki komitmen terhadap prinsip kenegaraan. Seharusnya ASN dapat diberikan sanksi hingga diberhentikan sebagai ASN," ungkapnya.
Selanjutnya, Ace juga mempertanyakan efektivitas para penegak disiplin ASN sehingga harus membuat SKB Menteri. Kalau itu masalahnya, sambungnya maka seharusnya diefektifkan kembali institusi yang mengawasi kinerja ASN di setiap institusi pemerintahan.
Sebelumnya, SKB tentang penanganan radikalisme dikeluarkan untuk penguatan wawasan kebangsaan pada ASN. SKB tersebut ditanda tangani oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB), Mendagri, Menkumham, Menag, Mendikbud, Menkominfo, Kepala BIN, Kepala BNPT, Kepala BKN, Kepala BPIP, dan Komisi ASN.