REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rosyidi mengatakan, sosok guru harus dilihat secara komprehensif. Ia berpendapat, pidato-pidato tentang mulianya profesi guru tak dibutuhkan.
"Guru saat ini tidak bisa hanya dipidatokan bahwa guru itu sangat mulia, sangat penting. Itu tidak butuh seperti itu, apa yang dibutuhkan guru adalah kebijakan yang nyata karena kita kekurangan guru," ucap Unifah di Jakarta, Senin.
Unifah mengatakan, selama 10 tahun tidak ada pengangkatan guru. Akibatnya, terjadi kekurangan guru. Saat ini, 52 persen berstatus guru swasta dan honorer yang digaji terbatas.
"Kita memang tidak boleh selalu ngomong tentang gaji, tapi professionalisme itu melekat di dalamnya, kesejahteraan yang layak. Hal itu dikarenakan para guru adalah orang yang menciptakan, membayangkan masa depan."
Unifah mengatakan, pesan Mendikbud Nadiem Makarim dalam pidatonya, sudah menjadi bagian dari perjuangan PGRI sejak lama. PGRI telah mengupayakan penyederhanaan birokrasi, kemerdekaan profesi, maupun otonomi sekolah.
Unifah berharap apa yang disampaikan oleh Mendikbud tak hanya menjadi gagasan, melainkan harus ada upaya nyata. Sejumlah aturan yang menghambat guru diminta untuk dipangkas.
"Ini saya kasih contoh, guru katanya harus merdeka, supaya merdeka dikurangi dong dikurangi aturan-aturannya. Akan tetapi nyatanya satu contoh kebijakan, yaitu guru harus melakukan fingerprint sehari tiga kali pagi, siang dan sore. Kalau seperti ini, di mana kemerdekaannya," terang dia.
Contoh lainnya adalah bahwa Mendikbud sebelumnya, Muhadjir Effendy, mengatakan guru tidak harus mengajar 24 jam, karena tugas guru tidak hanya mengajar. Namun, kenyataannya, sekolah berlangsung Senin hingga Jumat, dari pagi sampai sore karena aturan mengajar 24 jam itu tidak dicabut.
"Kebijakan yang menghambat harus dipangkas, karena hanya berbicara maka akan menjadi sebatas gagasan," tutur dia.