REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Zulfikar Arse Sadikin mengaku setuju dilakukan revisi terhadap Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang pemilihan kepala daerah (Pilkada). Namun ia menegaskan bahwa aturan mengenai mantan narapidana korupsi tidak perlu dimasukkan ke dalam revisi tersebut.
Menurut Zulfikar, yang terpenting adalah aktor politik dan partai politik memiliki kesadaran etis yang tinggi sehingga calon-calon kepala daerah terfilter dengan sendirinya.
"Tidak perlu ada (aturan narapidana). Kan kita ingin memperbaiki sesuatu itu jangan sampai terkendala prosedur, mekanisme, regulasi tapi bagaimana kita punya kesadaran etis yang kuat," tegas Politikus Partai Golkar, pada acara diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Senin (25/11).
Menurut Zulfikar, salah satu cara agar mantan narapidana korupsi tidak maju Pilkada adalah melalui partai politik itu sendiri. Mereka harus terus menyuarakan untuk mencalonkan orang-orang bermasalah atau berpotensi bermasalah di kemudian hari. Di antaranya dengan pakta integritas di masing-masing partai politik.
"Selain memenuhi syarat etis dan normatif di dalam UU, kita juga ada pakta integritas. Para calon juga akan dibuat pakta integritas," terang Zulfikar.
Di samping itu, Zulfikar menyampaikan mantan narapidana di Pilkada nanti menjadi materi di Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar. Sehingga nantinya, dapat dipastikan bahwa untuk seleksi jabatan publik benar-benar menerapkan prinsip prestasi, dedikasi, loyalitas dan tidak tercela. "Selama ini kan diatur dalam PO (Peraturan Organisasi), kita naikan di AD/ART," tutur Zulfikar. .