Selasa 26 Nov 2019 04:25 WIB

Raden Saleh dan Lukisan dari Keturunan Arab Anti-Penjajahan

Raden Saleh melupakan anti-penjajahan lewat lukisan.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Nashih Nashrullah
Raden Saleh
Foto: wikipedia
Raden Saleh

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Melawan Belanda di masa penjajahan bukan perkara mudah. Namun bagi Raden Saleh yang merupakan keturunan keluarga Arab dengan fam bin Yahya ini tak segan menyaksikan kesewenang-wenangan.

Di masa awal pergerakan, para petinggi atau pemuka masyarakat yang melakukan perlawan terhadap Belanda kerap dicap semena-mena. Karena berdarah Arab dan beragama Islam, sematan untuk Raden Saleh yakni Islam radikal dan Islam fundamentalis.

Baca Juga

Perlawanan Raden Saleh terhadap Belanda dilakukan dengan cara yang unik, yakni melalui lukisan. Pelukis yang namanya dikenal di kalangan internasional ini tak segan mengekspresikan perlawanannya dengan narasi deskriptif dan pembangkangan kepada Belanda.

Pelukis pemilik nama lengkap Raden Saleh Syarif Bustaman ini memiliki karya lukis fenomenal dengan judul ‘Penangkapan Pangeran Diponegoro’ yang dilukis pada 1857. Lukisan ini merupakan lukisan tandingan terhadap karya serupa namun tersirat makna berbeda berjudul ‘Penyerahan Pangeran Diponegoro’ karya Nicolaas Pieneman pada 1835.

Diksi dalam judul lukisan serta gambaran deskriptif yang ada di lukisan Pieneman menggambarkan Pangeran Diponegoro dengan raut wajah sayu seolah tak berdaya di hadapan Jenderal De Kock. 

photo
Lukisan karya Raden Saleh tentang penangkapan Pangeran Diponegoro.

Padahal dalam realitas sejarah, Pangeran Diponegoro tak pernah melakukan penyerahan diri apalagi merasa takut berhadapan langsung dengan De Kock.

Hal inilah yang kemudian dibalas oleh Raden Saleh dengan membuat lukisan tandingannya. Dalam lukisan karyanya, penangkapan Pangeran Diponegoro digambarkan dengan busungan dada sang pangeran seolah menarasikan perlawanan head to head dengan De Kock.

Dalam sejarah dikenal bagaimana Pangeran Diponegoro merupakan sosok yang menolak untuk menundukkan kepala terhadap Belanda, bangsa yang dianggap telah mencabik-cabik kedaulatan negaranya. 

Kisah penangkapan Sang Pangeran pun terjadi pada 2 Syawal 1245 Hijriyah atau 28 Maret 1830 Masehi, atau di hari kedua perayaan Idul Fitri.

Penangkapan yang terjadi di Magelang ini tak lepas dari tindakan licik dan curang dari jebakan bermodus silaturahim serta perundingan. 

Penangkapan ini kemudian mengakhiri Perang Jawa yang terjadi dengan tetesan darah para pengikut Pangeran Diponegoro yang berlangsung selama Ramadhan.

Kobaran semangat Pangeran Diponegoro inilah yang ditangkap oleh Raden Saleh ke dalam balutan seni. Seni yang bersuara perlawanan dan harga diri, meski lukisan itu diam dalam estetika, sejatinya ia berteriak: merdeka atau mati!

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement