REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Polisi Gatot Eddy Pramono mengatakan, 91 orang diamankan terkait kasus penipuan melalui telepon (telecom fraud) yang melibatkan sejumlah warga negara China. Gatot merinci, di antaranya terdapat 85 orang warga negara China, sedangkan enam orang lainnya merupakan Warga Negara Indonesia (WNI).
Gatot mengungkapkan, 91 orang itu diamankan di tujuh lokasi yang berbeda Senin (25/11), yakni di Griya Loka, BSD; Perumahan Mega Kebon Jeruk; Kemanggisan; Pantai Indah Kapuk; Perumahan Intercon; Bandengan Tambora; dan Malang, Jawa Timur. Ia menyebut, pengungkapan kasus ini berawal dari informasi polisi Negara Cina yang menyampaikan bahwa adanya penipuan di Indonesia.
"Dari 91 orang (yang diamankan), 85 orang merupakan warga negara China, 11 di antaranya merupakan wanita," kata Gatot dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Selasa (26/11).
Gatot menuturkan, enam WNI yang turut diamankan untuk sementara hanya berstatus sebagai saksi. Sebab, mereka belum terbukti terlibat secara langsung dalam sindikat penipuan online itu.
"Dari warga negara kita, ada enam orang, mereka tidak terlibat secara langsung. Mereka membantu bawa jalan-jalan, berpergian, membantu keperluan makan, dan membersihkan rumah-rumah (yang disewa WNA China). Enggak ada keterlibatan langsung," ungkap Gatot.
Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, para warga negara China itu datang ke Indonesia dengan menggunakan visa wisata. Sehingga, para tersangka akan kembali ke negara asalnya setiap tiga bulan untuk memperbaharui visa.
Dalam melancarkan aksinya, para pelaku itu mengaku-aku sebagai polisi, jaksa, bahkan pegawai bank yang dapat membantu para korbannya yang berada di China untuk menyelesaikan masalah pajak. Tidak jarang, para pelaku juga menawarkan investasi kepada para korban.
Ditemui dalam kesempatan yang sama, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kombes Iwan Kurniawan mengatakan, para pelaku menentukan korbannya berdasarkan data yang telah mereka miliki sebelumnya.
"Dia (para pelaku) sudah punya datanya, target (korban) dia sedang berurusan dengan kepolisian, dengan pajak, seperti itu. Jadi dia sudah dapat data itu, makanya jaringan yang ada di negara Cina itu yang juga support data orang-orang ini jadi target," jelas Iwan.
Iwan menuturkan, jaringan sindikat penipuan ini tidak hanya beroperasi di Indonesia saja. Namun, mereka juga tersebar di beberapa negara lain, seperti Malaysia dan Kamboja.
Ia pun membantah bahwa pengamanan di Indonesia kurang. Menurut Iwan, para pelaku memilih Indonesia untuk melancarkan aksinya agar terhindar dari proses penegakan hukum yang ada di China.
"Kalau menurut saya, mereka (para pelaku) mungkin menghindari proses penegakan hukum yang dilakukan oleh negara China. Mereka menghindari itu," tutur Iwan.
Sementara itu, sambung dia, para pelaku yang terbukti melakukan tindakan penipuan akan diproses hukum oleh kepolisian China. Sebab, seluruh korbannya berasal dari Cina. Sedangkan kepolisian Indonesia hanya terlibat membantu proses penangkapan.
"Korbannya kan ada di wilayah China, jadi proses penegakan hukumnya kan ada di sana. Kita ini kan menjadi satu memberikan bantuan terhadap polisi China untuk melakukan penangkapan," jelas Iwan.
Adapun hasil investigasi sementara kepolisian, kerugian yang ditimbulkan akibat perbuatan jaringan penipuan ini mencapai Rp 36 miliar. Para pelaku diketahui meminta jumlah uang yang berbeda dari setiap korbannya.