REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Sejumlah perempuan dan emak-emak menggelar aksi damai di Dermaga Kapal Desa Tejang Pulau Sebesi, Lampung, Selasa (26/11). Mereka menolak kapal penyedot pasir Krakatau dan meminta pencabutan izin tambang.
Lapangan sekitar dermaga dipadati para emak-emak dan anak muda perempuan termasuk anak-anak. Ibu-ibu rumah tangga tersebut membawa kertas karton yang berisikan tulisan di antaranya,“Kami tetap menolak adanya penambangan pasir di sekitar Gunung Anak Krakatau”, “Lebih baik melawan daripada kami mati tenggelam".
Aksi tersebut dilakukan para emak-emak penghuni Pulau Sebesi, lantaran tidak ingin terulang kembali kisah pahit akhir tahun lalu, yang menyebabkan runtuhnya Gunung Anak Krakatau (GAK) dan menimbulkan gelombang tsunami.
“Kami tidak ingin kembali menderita, gara-gara kapal penambangan pasir hitam Gunung Anak Krakatau selama ini. Kami menduga tsunami terjadi karena pasir hitam habis disedot,” kata Maimunah, salah seorang ibu rumah tangga Desa Tejang Pulau Sebesi.
Menurut dia, setelah pernah diusir warga kapal tug boat dan tongkang pasir milik PT Lautan Indah Persada (LIP) pada beberapa bulan lalu, kini kapal Mehad I milik PT LIP datang lagi, Sabtu (23/11). Mereka berani menyedot pasir hitam di perairan Pulau Sebesi.
“Kami minta pemerintah segera mencabut izin tambang PT LIP tersebut, kalau tidak kami akan melakukan tindakan sendiri,” katanya.
Koordinator Aksi Rohman mengatakan warga Pulau Sebesi menuntut pemerintah segera mencabut izin tambang yang dimiliki PT LIP segera dicabut. Warga akan melakukan tindakan sendiri, bila tidak ada kejelasan pemerintah mencabut izin tambang perusahaan tersebut.
“Kami akan melakukan tindakan yang lebih besar lagi, kalau masih ada kapal yang berani melakukan penambangan di wilayah perairan kami,” katanya menegaskan.
Ia mengatakan, kehadiran kapal penyedot pasir hitam perairan GAK, Pulau Sebesi, telah merusak ekosistem laut dan lingkungan sekitar. Nelayan di Pulau Sebesi sudah mengalami kerugian karena hilangnya mata pencarian mencari ikan di tempat-tempat yang biasa ada ikannya.
Menurut dia, warga Pulau Sebesi sudah beberapa kali memergoki kapal-kapal penyedot pasir yang dilakukan secara diam-diam. Saat ini, warga tidak tinggal diam bila ada kapal lagi yang masuk perairan tersebut merusak lingkungan bawah laut.