Rabu 27 Nov 2019 06:19 WIB

Demo Lebanon Masih Bergejolak

Unjuk rasa dua hari di Lebanon berubah menjadi bentrokan.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Ani Nursalikah
Para pendukung Hizbullah berlari usai polisi menembakkan gas air mata di dekat kantor pemerintahan di Beirut, Lebanon, Selasa (29/10).
Foto: AP Photo/Hussein Malla
Para pendukung Hizbullah berlari usai polisi menembakkan gas air mata di dekat kantor pemerintahan di Beirut, Lebanon, Selasa (29/10).

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Lebanon kembali memanas dengan unjuk rasa selama dua hari berturut-turut, Selasa (26/11). Bentrokan kembali terjadi antara pendukung bekas perdana menteri Lebanon Saad al-Hariri dengan kelompok Syiah Hizbullah dan Amal.

Bentrokan dua hari berturut-turut berubah menjadi baku tembak yang mencekam. Pasukan keamanan turun tangan dalam upaya memecah konfrontasi Senin malam antara pendukung dan demonstran kelompok yang memprotes elite politik Lebanon. Sebuah video yang diposting penyiar Lebanon LBCI menunjukkan tembakan terjadi di sekitar jembatan Cola, di Beirut.

Baca Juga

Sumber tembakan masih belum jelas berasal dari mana. Hingga berita ini dimuat belum ada laporan korban cedera.

Secara terpisah di Beirut, dua pengunjuk rasa dilaporkan terluka setelah para pendukung Hizbullah dan Amal menyerang para demonstran di sana. Di kota Tirus selatan, para pendukung Hizbullah dan Amal merobek tenda-tenda protes dan membakarnya sehingga membuat pasukan keamanan turun tangan dan menembak ke udara.

Lima pekan berturut-turut, Lebanon menghadapi demonstrasi antipemerintah. Para demonstran menuntut koruptor di antara politikus sektarian yang telah memerintah negara itu selama beberapa dekade. Demonstran ingin mereka semua mundur.

Para pendukung Amal dan Hizbullah yang didukung Iran terkadang berupaya membubarkan demonstrasi. Mereka juga berupaya mensterilkan jalan yang diputus oleh para pedemo. Bulan lalu, mereka menghancurkan kamp protes utama di pusat kota Beirut.

Dalam sebuah pernyataan, Gerakan Masa Depan Hariri memperingatkan para pendukungnya untuk tidak memprotes dan menjauh dari demonstrasi besar guna menghindari provokasi yang dapat memicu perselisihan.

Konfrontasi adalah beberapa tindakan yang terburuk sejak protes terjadi di Lebanon. Lebanon merupakan sebuah negara yang menghadapi ketegangan ekonomi terburuk sejak perang saudara 1975-1990.

Ada kekhawatiran yang meluas atas memburuknya perekonomian Lebanon dan kekurangan dolar AS. Dilaporkan dari Beirut, Zeina Khodr koresponden Aljazirah mengatakan bahwa aksi protes menyebabkan krisis.

"Ekonomi (Libanon) tidak bergantung pada mata uang lokal, lira, importir membayar dalam dolar dan banyak bisnis menuntut pembayaran dalam mata uang AS," katanya.

Dewan Keamanan PBB pada Senin mendesak semua aktor di Lebanon terlibat dalam dialog nasional yang intensif. PBB juga menyerukan menjaga demosntrasi yang damai serta menghormati hak berkumpul secara damai.

PBB juga memuji pasukan keamanan Lebanon dan lembaga keamanan negara atas peran mereka dalam melindungi hak untuk berkumpul dan melakukan protes secara damai. Namun, pada Ahad malam, pendukung Hizbullah dan Amal menyerang demonstran dengan batu, merobohkan tenda-tenda pengunjuk rasa dan merusak etalase di ibu kota, Beirut.

"Syiah, Syiah, Syiah!" pekik para pendukung Hizbullah yang mengibarkan bendera kuning kelompok. Mereka mengejek para pengunjuk rasa yang tengah meneriakkan balik ke Hizbullah: "Ini Lebanon, bukan Iran," dan "Teroris, teroris, Hizbullah adalah teroris".

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement