REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengkritik pengangkatan tujuh staf khusus Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu. Menurutnya penunjukan tersebut tidak sesuai dengan semangat efisiensi kelembagaan yang pernah disampaikan presiden.
"Menurut saya nggak sejalan dengan pandangan presiden yang mau efisiensi, efisiensi kelembagaan tapi nambah terus institusi-institusi yang sebenarnya tidak perlu," kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (26/11).
Ia menganggap, perangkat presiden yang paling utama adalah sekretariat negara. Namun di pemerintahaan saat ini, ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) tersebut menilai banyak lembaga yang duplikasi.
"Banyak sekali duplikasinya, ada sekretariat kabinet, ada tambah lagi KSP kepala staf kepresidenan, yang dulu maksudnya west wing seperti di Amerika ternyata nggak jalan," ujarnya.
Menurutnya semakin banyak perangkat kelembagaan akan membuat pemborosan. Pemborosan tersebut menurutnya akan membuat pemerintah tidak berjalan efektif dalam pengambilan keputusan.
"Mungkin di beberapa kementerian yang tugasnya perlu dibantu wakil menteri itu bisa, tapi kalau sekarang ini kan semakin banyak konon mau ditambah lagi, ini kan menjadi satu upaya untuk membagi-bagi kekuasaan kepada timses dan mencari-cari posisi untuk orang-orang yang belum dapat posisi," tuturnya.
Sebelumnya secara resmi Jokowi memperkenalkan tujuh staf khusus baru. Mereka yang diangkat sebagai staf khusus antara lain CEO dan pendiri Creativepreneur Putri Indahsari Tanjung, pendiri Ruangguru.com Adamas Belva Syah Devara, perumus Gerakan Sabang Merauke Ayu Kartika Dewi, pendiri Thisable Enterprise yang juga kader PKPI Angkie Yudistira, pemuda asal Papua lulusan Universitas Oxford Gracia Billy Mambrasar, mantan Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Aminuddin Maruf. Kemudian, pendiri perusahaan tekonologi finansial Amartha yang juga lulusan ITB Andi Taufan Garuda Putra.