REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai ekspor produk turunan terigu yang diproduksi oleh industri makanan dalam negeri mencpai Rp 7,8 triliun kurun waktu Januari-September 2019. Produk turunan terigu yang diekspor seperti pasta, mie instan, biskuit, cake, hingga pastry yang diproduksi para industri berbasis tepung terigu.
Ketua Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo), Fransiscus Welirang, menuturkan di Indonesia, terdapat 26 industri tepung terigu yang terkonsentrasi di Pulau Jawa. Total kapasitas giling gandum secara nasional mencapai 11,8 juta ton per tahun.
Pangsa ekspor produk turunan terigu yang telah dijamah sejauh ini merupakan kawasan Asia Timur seperti Jepang, Cina, Arab Saudi. Ada juga kawasan Asia Tenggara Singapura, Myanmar, Filipina, dan Thailand.
"Ekspor produk turunan terigu memiliki kontribusi terbesar dari total ekspor produk yang terbuat dari gandum," kata Fransiscus di Kantor Bogasari Flour Mills, Jakarta Utara, Rabu (27/11).
Meski demikian, Fransiscus menuturkan, kemungkinan terdapat penurunan volume maupun nilai ekspor produk turunan terigu pada tahun ini jika dibandingkan tahun lalu. Berdasarkan data Aptindo, sepanjang tahun 2018 lalu total ekspor produk turunan terigu tercatat mencapai Rp 12 triliun.
"Memang ada perlambatan, tapi tidak berarti terus turun. Proses ekspor berjalan terus, kita berharap tahun depan lebih meningkatkan ekspor," kata Fransiscus.
Menurut dia, Fransiscus di tengah perlambatan ekonomi dunia saat ini, pihaknya harus trus membuka pasar-pasar baru. Hal itu menjadi strategi yang harus ditempuh industri berbasis tepung terigu untuk bisa mempertahankan pasar ekspor produk turunan tepung terigu.
Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo mengatakan, Kementan sudah menetapkan Gerakan Tiga Kali Lipat Ekspor atau Gratieks. Program itu, merupakan penargetan peningkatan ekspor pertanian. Perlu ada perhatian dari pemerintah terhadap industri dari hulu ke hilir agar berbagai komoditas pertanian maupun produk turunannya bisa berkontribusi pada ekspor.
"Tentu, Gratieks itu harus kita capai sesuai patokannya. Kita harus kejar peningkatan ekspor dalam lima tahun ke depan supaya bisa berkompetisi," kata dia.
Di sisi lain, Syahrul mengatakan bahwa tidak menutup kemungkinan Kementerian Pertanian bakal kembali melakukan penyederhanaan regulasi untuk mendorong industri berbasis komoditas pertanian bisa memperbesar ekspor. Terutama, soal berbagai pengurusan perizinan dokumen ekspor yang dinilai dia tak lagi boleh dipersulit.