REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Penyelidik PBB hingga saat ini telah mengidentifikasi 160 milisi ISIS yang dituduh melakukan pembantaian terhadap kaum Yazidi di Irak utara pada 2014. Dewan Keamanan PBB sedang membuat kasus hukum untuk mereka, Selasa (26/11).
Tim investigasi PBB, yang dibentuk oleh Dewan Keamanan PBB, sejak tahun lalu mulai mengumpulkan dan menyimpan bukti untuk penuntutan atas tindakan ISIS di Irak di masa depan, yang mungkin merupakan kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan atau genosida.
"Sehubungan dengan komunitas Yazidi saja, kami telah mengidentifikasi lebih dari 160 pelaku pembantaian terhadap kaum Yazidi. Kami sedang memfokuskan tugas kami untuk membuat kasus-kasus yang solid, yang semoga dalam kaitannya masing-masing dapat diajukan ke pengadilan domestik," kata Kepala Tim PBB Karim Asad Ahmad Khan.
Para ahli PBB memperingatkan pada Juni 2016 ISIS telah melakukan genosida terhadap kaum Yazidi di Suriah dan Irak. Genosida tersebut untuk menghancurkan komunitas agama minoritas melalui pembunuhan, perbudakan seks, dan kejahatan lainnya.
Milisi ISIS menganggap kaum Yazidi penyembah iblis. Keyakinan Yazidi memiliki unsur Kristen, Zoroastrianisme dan juga Islam.
Nadia Murad yang menerima Penghargaan Nobel Perdamaian 2018 atas upayanya mengakhiri penggunaan kekerasan seks sebagai senjata perang dan pengacara HAM Amal Clooney berperan penting dalam mendorong tim investigasi PBB. Murad merupakan seorang perempuan Yazidi yang diperbudak dan diperkosa oleh para petempur ISIS pada 2014.
ISIS menyerbu kota Sinjar Yazidi di Irak utara pada 2014, memaksa perempuan muda menjadi budak sebagai istri bagi para petempur mereka dan membantai kaum lansia. Penyintas Yazidi, Kachi, yang nama lengkapnya dirahasiakan demi keselamatannya, berbicara kepada Dewan Keamanan PBB pada Selasa.
"Setelah menembaki kami, anggota ISIS pergi ke tempat lain. Saya menemukan diri saya ditumpukan jasad. Ketika saya membuka mata, saya melihat tiga saudara lelaki saya. Mereka di sebelah saya. Mereka sudah tak bernyawa. Begitu pun dengan keponakan dan sepupu saya," katanya kepada Dewan.
Ia mengungkapkan istri dan putrinya diculik dan dijual sebagai budak dan mengaku telah kehilangan sekitar 75 anggota keluarga. "Lima tahun berselang dan saya masih dapat mendengar istri dan putri saya menjerit ketika anggota ISIS menculik mereka. Saya juga bisa mendengar suara putri saya Lara, yang berusia tiga bulan saat ia meninggal dalam tawanan akibat haus dan kelaparan," kata Kachi.
Menurutnya, kaum Yazidi kini menginginkan keadilan.