REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Kementerian Energi Korea Selatan (Korsel) mengatakan pada Kamis (28/11) bahwa negara tersebut akan mengistirahatkan hingga seperempat dari pembangkit listrik tenaga batu bara antara Desember 2019 dan Februari 2020. Hal ini dilakukan Korea Selatan untuk membantu membatasi polusi udara.
Komite presiden merekomendasikan pada September menutup hingga 14 pembangkit batu bara antara Desember 2019 dan Februari 2020 dan sebanyak 27 pembangkit batu bara pada Maret 2020. Korea Selatan, ekonomi terbesar keempat di Asia, memiliki sekitar 60 pembangkit listrik tenaga batu bara.
40 persen pasokan listrik di Korsel dipasok dari pembangkit listrik batu bara. Tetapi para ahli mengatakan pembakaran batu bara memperburuk kualitas udara di negara ini.
Kementerian energi negara itu mengatakan dalam rilis berita bahwa sisa pembangkit listrik batu bara akan beroperasi pada kapasitas tidak lebih dari 80 persen dari Desember 2019 hingga Februari 2020.
Sejauh ini, Korea Selatan telah menangguhkan operasi beberapa pembangkit listrik tenaga batu bara yang menua dari Maret hingga Juni 2019. Selain itu pemerintah juga membatasi operasi pembangkit-pembangkit tersebut sebesar 80 persen ketika sebuah hasil riset mengenai polusi udara dikeluarkan.
Permintaan tenaga listrik pada musim dingin di negara itu diperkirakan akan mencapai puncaknya di sekitar 88.600 megawatt (MW) pada minggu keempat Januari 2019, dan meningkat menjadi 91.800 MW jika ada cuaca dingin yang ekstrem, menurut pernyataan kementerian.
"Pasokan listrik diperkirakan akan memenuhi permintaan dengan surplus listrik di atas 11.350 MW dari Desember hingga Februari tahun depan," kata Kementerian Energi Korea Selatan.