REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Sejumlah perwakilan Majelis Rakyat Papua (MRP) hari ini menemui Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin di Kantor Wapres, Jakarta, Kamis (28/11). Dalam pertemuan tersebut, MRP menyampaikan 10 aspirasi MRP berkaitan dengan kebijakan Pemerintah di Papua.
Salah satu poinnya, MRP berharap kebijakan pembangunan di Papua dilakukan dengan pendekatan budaya dan kemanusiaan. Ketua Pokja Adat MRP Demas Tokoro menilai pentingnya penghapusan tindakan kekerasan di Papua, yakni dengan mengevaluasi pendekatan keamanan di Papua yang lebih persuasif.
"Di antaranya pendekatan aparat yang begitu banyak di Papua. Kalau boleh ada kebijakan negara untuk bisa diminimalisir, dikurangi yah," ujar Demas kepada wartawan usai pertemuan.
Demas beralasan, aparat keamanan yang ada di Papua dinilai kurang mampu melakukan pendekatan dengan masyarakat Papua. Sehingga, setiap ada masalah yang muncul, para aparat justru tidak bisa menyelesaikan persoalan tersebut.
"Pada prinsipnya ketika ada persoalan di sana, mereka aparat tidak cocok pada kita," ujar Cemas.
Padahal, Demas menilai pendekatan sosiologis sseharusnyaà bisa dilakukan oleh aparat melalui, budaya, kemanusiaan, dan mental spiritual. Sebab, unsur itu penting untuk orang Papua, sebagaimana kerap dilakukan para tokoh-tokoh Papua.
Karena itu, ia berharap pendekatan bisa dilakukan dengan cara tersebut. "Misal adat, seperti saya, kami bisa atasi persoalan-persoalan itu. Jadi di Papua, kita duduk sama-sama pemerintah pusat kepala daerah bagaimana caranya mengatasi persoalan, ketegangan-ketegangan, atau gesekan-gesekan sosial yang terjadi selama ini," ujarnya.
Selain itu, dalam pertemuan tersebut, MRP kata Cemas menyingung soal pentingnya evaluasi pelaksanaan otonomi khusus Papua. Menurutnya, rakyat Papua dalam hal ini MTP menginginkan Pemerintah terlebih dahulu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan otonomi khusus Papua.
Ia menilai, evaluasi penting sebelum tergesa-gesa merevisi Undang-undang Otonomi Khusus. Salah satu aspirasi mengenai kewenangan khusus dalam rangka Otonomi Khusus.
"Perlu kebijakan yang memperluas dan mempertegas secara pasti kewenangan khusus dalam rangka pelaksanaan khusus di Tanah Papua, termasuk kewenangan khusus dalam rangka perlindungan dan pemberdayaan orang asli Papua," ujar Demas.
Selain itu, Demas juga menyoal pembentukan Dewan Otonom Baru yang seharusnya pemekaran provinsi harus konsisten dengan Undang-undang Otsus, yakni harus dengan persetujuan MRP dan DPRP, /MRPB dan DPRPB.
"Kita kembali ke UU Otsus pasal 76, kl memang ada pemekaran-pemekaran baru di Papua perlu ada pertimbangan persetujuan dari MRP dan DPRP. Bahkan DPRP dan MPRBP. Karena kita satu UU," ujarnya.