Kamis 28 Nov 2019 16:36 WIB

Presiden Dipilih MPR RI, Demokrat: Jangan Cabut Hak Rakyat

Demokrat menolak usulan presiden dipilih oleh MPR RI.

Rep: Ali Mansur/ Red: Teguh Firmansyah
MPR RI
Foto: VOA
MPR RI

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Demokrat  menolak usulan yang menghendaki Presiden dan Wakil Presiden kembali di pilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI.

Demokrat menganggap dengan tidak dilibatkannya rakyat dalam pemilihan presiden (pilpres) maka sama saja mencabut hak rakyat dalam berdemokrasi. Pernyataan ini disampaikan oleh Ketua DPP Partai Demokrat, Jansen Sitindaon.

Baca Juga

"Sikap Demokrat dengan tegas menolak Presiden kembali dipilih oleh MPR RI. Hak rakyat untuk memilih langsung pemimpinnya ini tidak boleh dicabut dan dibatalkan," tegas Jansen saat dihubungi Republika.co.id, melalui pesan singkat, Kamis (28/11)

Jansen melanjutkan, sederhananya dalam tataran praktek, jika Presiden kembali dipilih MPR RI maka menentukan itu hanya sembilan orang ketua umum partai di parlemen saja. Sementara Indonesia memiliki penduduk sekitar 260 juta jiwa, maka sangat tidak rasional jika yang memilih atau menentukan Presiden dan Wakil Presiden itu hanya segelintir orang saja.

"Masak negeri berpenduduk 260 juta ini yang menentukan Presidennya hanya sembilan orang saja. Memilih langsung Presiden inilah salah satu hak politik yang hilang di era Orde Baru. Masak kita mau mundur ke belakang lagi," ungkapnya.

Sementara jika dalam pemilihan langsung baik pilpres maupun pemilihan kepala daerah (pilkada) memiliki kekurangan maka tinggal diperbaiki. Bukan justru dikembalikan ke MPR RI seperti pada masa orde baru beberapa tahun silam.

Misalnya soal money politics atau politik berbiaya tinggi, maka yang diperkuat lembaga pengawasannya. "Memang ada jaminan kalau dipilih oleh MPR RI pasti akan bersih dari money politics?" ungkapnya.

Kemudian jika pemilihan umum langsung dianggap membuat keadaan jadi panas seperti Pilpres 2014, tinggal president threshold-nya yang dikurangi. Sehingga bisa muncul banyak calon Presiden.

"Satu jenis pemilu saja sudah buat panas apalagi dua jenis pemilu digabung. Jadi kami Demokrat menolak mengembalikan kedaulatan rakyat memilih Presiden ini ke tangan MPR. Kalau ada kekurangan mari kita perbaiki," terang Jansen.

Sebelumnya, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj menjelaskan aspirasi kiai NU soal pemilihan presiden dan wakil presiden. Menurutnya, jika menimbang dan melihat mudharat dan manfaat pilpres langsung itu berbiaya tinggi. Terutama biaya sosial ada konflik yang sangat mengkhawatirkan dan mengancam.

Said Aqil mencontohkan seperti kejadian sewaktu Pemilu Serentak 2019 lalu. "Keadaan kita ini mendidih, panas, sangat-sangat mengkhawatirkan. Apakah setiap lima tahun harus seperti itu," kata Said Aqil.

Said Aqil mengatakan, para kiai dan ulama saat Munas di Pondok Pesantren Kempek Cirebon pada 2012, berpikir mengusulkan pilpres kembali kepada MPR RI demi kuatnya solidaritas persatuan dan kesatuan Republik Indonesia.

Namun,  Said Aqil menegaskan, bahwa itu hanya suara kiai dan para alim ulama dan bukan suara Pengurus Tanfiziah (Dewan Pelaksana) PBNU. "Itu suara kiai-kiai, bukan tanfiziah. Kalau tanfiziah, namanya konferensi besar (Konbes) di bawah Muktamar. Di NU begitu," jelas Said Aqil.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement