REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Ditreskrimsus Polda DIY menangkap dua pelaku penyebaran konten pornografi. Ternyata, mereka merupakan dua tersangka dari dua kasus berbeda, tapi sama-sama melakukan penyebaran di media sosial. Dirreskrimsus Polda DIY, Kombes Pol Tony Surya Putra mengatakan, dua pelaku memiliki motif berbeda.
KKP (28) asal Sragen, memiliki motif pemerasan, sedangkan MJ (26) asal Lumajang, miliki motif sakit hati. KKP merupakan pegawai salah satu pasar swalayan di Yogyakarta yang menjalin hubungan terlarang dengan rekan kerjanya. KKP sudah berkeluarga dan memiliki niat memeras korban.
Korban, YP (24), yang sudah dikenalnya sejak 2017 mulai berhasil didekati lantaran keduanya sering bertukar cerita. Pada akhir 2018, hubungan itu semakin dekat dan mereka mulai melakukan hubungan badan.
Mulai dari sana, KKP mengabadikan banyak foto-foto dan video-video korban yang sedang tidak berbusana. KKP kerap meminta korban memberikannya uang agar gambar-gambar itu tidak disebarkan.
"Modusnya, kalau tidak dikasih akan disebarkan, ada yang Rp 1 juta, Rp 500 ribu, dan itu berlangsung cukup lama karena selama ini terus dipenuhi, sampai akhirnya korban melapor," kata Tony, Kamis (28/11).
Ketika korban tidak lagi bisa memenuhi permintaan uang, KKP mulai menyebarkan gambar-gambar tidak senonoh itu melalui status WhatsApp. Khususnya, satu video berdurasi 30 detik berisi korban tanpa busana.
Sekitar tiga menit setelah itu, KKP menghapus status video itu, tapi status itu sudah dilihat banyak orang yang ada di kontak WA KKP. Termasuk, rekan-rekan kerja dan orang-orang yang mengenal keduanya. Penyidikan terhadap KKP masih berlangsung untuk mendalami apakah KKP melakukan pula penyebaran melalui pesan singkat atau media sosial.
Namun, saat ini, KKP sudah dilakukan penahanan di Mako Polda DIY. Cerita hampir serupa terjadi untuk pelaku lain, MJ, yang menjalin hubungan dengan rekan kerjanya di salah satu toko martabak, DD (28).
Hubungan keduanya cukup lancar mulai Januari sampai Oktober 2019. Kondisi berubah ketika keduanya yang sudah sering melakukan hubungan badan tidak akur. Saat korban memutuskan hubungan, pada akhir Oktober korban mendapat kiriman videonya tanpa busana. "Pelaku ingin hubungan mereka terus berlangsung, pelaku kesal lalu mengirimkan video-video yang pernah mereka rekam ke korban melalui Facebook dan Instagram," ujar Tony.
Mereka dijerat Pasal 45 ayat 1 UU No 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ancaman penjara maksimal enam tahun dan denda Rp 1 miliar. Namun, untuk pelaku pertama, KKP, Polisi turut menjerat dengan Pasal 29 UU No 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
Namun, untuk pelaku pertama, KKP, Polisi turut menjerat dengan Pasal 29 UU No 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Ancaman penjara maksimal 12 tahun, serta denda minimal Rp 250 juta dan maksimal Rp 6 miliar.
Selektif Merekam Sesuatu
Kabid Humas Polda DIY, Kombes Pol Yuliyanto mengingatkan, masyarakat hendaknya meningkatkan kehati-hatian ketika merekam sesuatu. Utamanya, terhadap konten-konten yang tidak bisa dikonsumsi publik.
Selain itu, ia mengimbau masyarakat, khususnya perempuan agar tidak terlalu mudah tampil tanpa busana di depan kamera. Sekalipun, dengan orang-orang yang dirasa terpercaya karena itu bisa berujung bencana.
Terlebih, Yuliyanto mengingatkan, hari ini teknologi informasi dan komunikasi sudah sangat canggih. Ia merasa, kasus-kasus itu bisa dicegah dengan tidak mudah merekam hal-hal yang sifatnya pribadi.
"Sangat berbahaya, jangan mudah tampil tanpa busana di depan kamera, supaya orang-orang tidak terjerumus menjadi korban maupun menjadi pelaku penyebaran, karena itu sangat berbahaya," kata Yuliyanto.