REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Analis politik sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago menilai salah satu buah reformasi adalah perubahan mendasar dalam mekanisme pemilihan presiden (pilpres) yang dilakukan secara langsung. Namun, bila kemudian muncul wacana pilpres kembali oleh MPR, Pangi menyebut sebagai pengkhianat reformasi.
“Perubahan ini bukanlah sesuatu yang ujug-ujug terjadi, pengalaman pahit berada di bawah rezim otoriter dengan legitimasi absolut MPR sebagai lembaga tertinggi negara adalah pokok perkaranya,” kata Pangi dalam siaran pers yang diterima Republika, Jumat (29/11).
Pangi melanjutkan, saat itu, MPR berubah wujud menjadi stempel kekuasaan. Sedangkan, presiden menjelma bagai dewa yang antikritik, menjadi feodal seutuhnya, masyarakat dibungkam dan kebebasan berekspresi dikebiri.
“Perjuangan panjang kaum intelektual dan dukungan dari masyarakat luas dan berbagai kelompok kepentingan akhirnya menumbangkan rezim otoriter beserta perangkat pendukungnya,” kenang Pangi.