REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI -- Bencana pergerakan tanah di Kabupaten Sukabumi cukup tinggi kasusnya. Dari data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Sukabumi menyebutkan, dalam rentang Januari hingga awal November 2019 mencapai 17 kasus.
"Pada triwulan pertama 2019, yakni Januari sampai Maret, total kasus bencana mencapai 215 kasus dan 13 kasus di antaranya pergerakan tanah" ujar Koordinator Pusadalops BPBD Kabupaten Sukabumi, Daeng Sutisna, kepada Republika.co.id, Jumat (29/11).
Selanjutnya, pada triwulan kedua, yakni April sampai Juni, kasus bencana mencapai sebanyak 119 kasus dan pergerakan tanah ada tiga kasus. Lallu, sepanjang Juli sampai September, total bencana sebanyak 167, tanpa ada kejadian pergerakan tanah.
"Berikutnya, pada awal November tercatat satu kasus pergerakan tanah di Kecamatan Bantargadung," kata Daeng.
Kepala Seksi Kedaruratan BPBD Kabupaten Sukabumi Eka Widiaman mengatakan, dari belasan kasus pergerakan tanah ini hanya ada empat kasus yang murni pergerakan tanah. Ke empat kasus pergerakan tanah itu terjadi di Desa Kertaangsana, Kecamatan Nyalindung; Kecamatan Warungkiara; Bantargadung; dan dan Gegerbitung.
Sementara itu, kasus pergerakan tanah lainnya akibat faktor kekeringan akibat musim kemarau. Contoh kasusnya seperti di Kecamatan Cibadak dan wilayah utara Sukabumi lainnya.
Menurut Eka, kasus pergerakan tanah lainnya yang jadi sorotan terjadi di Kampung Suradita dan Balembakang Desa Ciengang, Kecamatan Gegerbitung. Dalam bencana itu ada sebanyak 142 unit rumah yang terdampak.
Gejala pergerakan tanah sebenarnya mulai terjadi sejak 2006 lalu dan mencapai puncaknya pada 2019. Selain itu, di Desa Babakan Sirna Kecamatan Bantargadung ada sebanyak 15 unit rumah terdampak dan lima di antaranya rusak serta warganya sampai diungsikan ke tempat lain yang lebih aman.
Eka menuturkan, potensi terjadinya bencana pergerakan tanah hingga akhir tahun 2019 masih mungkin terjadi. Sebab, saat ini mulai memasuki musim penghujan yang dapat menjadi pemicu kejadian pergerakan tanah di sejumlah titik rawan bencana.
Berdasarkan data, menurut Eka, sekitar 60 persen wilayah Sukabumi masuk daerah rawan pergerakan tanah. Warga pun diserukan meningkatkan kewaspadaan menghadapi bencana, terutama pergerakan tanah, longsor, banjir dan angin kencang.