REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menolak penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk membatalkan UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 19/2019 dinilai sebagai bentuk inkonsistensi pemerintah memperkuat KPK.
Komisioner KPK Laode Muhammad Syarif, KPK masih berharap agar Presiden Jokowi masih memiliki kebijaksanaan untuk menerbitkan Perppu KPK. “Sampai hari ini kita masih berharap, kepada kebijaksanaan dari Presiden RI, bahwa untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang. Kita masih sangat berharap untuk itu,” kata dia di Gedung KPK, Jakarta Selatan (Jaksel), Jumat (29/11).
Laode kembali mengingatkan tentang pro dan kontra saat perevisian UU KPK 20/2001, pada September-Oktober lalu. Waktu itu, kata Laode, Presiden Jokowi punya komitmen dalam ucapannya yang berjanji tentang perevisian beleid demi memperkuat KPK.
Akan tetapi, kata Laode, janji tersebut hilang setelah melihat perevisian UU KPK malah membuat KPK semakin terancam. Alih-alih memperkuat, UU KPK yang baru terang bertujuan untuk mematikan peran dan fungsi KPK sebagai lembaga penyelidi dan penyidik korupsi yang independen.
KPK, pernah merilis sebanyak 26 masalah dalam UU KPK 19/2019, yang mengancam KPK sebagai pemburu koruptor di Indonesia. Mulai dari adanya struktur baru dalam organisasi KPK, pun penguarangan kewenangan para komisioner, sampai alihfungsi pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Pun, menurut Laode, proses perevisian UU KPK 20/2001, cacat etis dan administratif karena, tak sekalipun selama perubahan melibatkan KPK sebagai pelaksana UU KPK itu sendiri.
“Jadi baik secara formil, maupun dari segi substansi, itu (UU KPK) bertentangan dengan kanji presiden dari awal, bahwa beliau satu memperkuat KPK. Sedangkan dalam kenyataannya, di dalam materi UU (KPK baru) sangat melemahkan KPK,” sambung Laode.
Karena itu, Laode mengharapkan Presiden Jokowi mengembalikan komitmen memperkuat KPK dengan menerbitkan Perppu KPK, agar UU 19/2019, tak jadi diberlakukan. “Kami masih sangat berharap beliau tergerak hatinya untuk menggunakan kebijaksanaan yang ada di beliau, untuk mengeluarkan Perppu,” sambung Laode.
Juru Bicara Kepresidenan Fadjroel Rahman, memastikan Presiden Jokowi tak akan mengeluarkan aturan genting pengganti Undang-undang tersebut. “Perppu tidak diperlukan lagi,” kata Fadjroel di Istana Negara, pada Jumat (29/11). Fadjroel mengatakan, meskipun saat ini ada proses konstitusional sejumlah pihak untuk menggugat UU 19/2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), namun kata Fadjroel, apapun hasil dari judical review tersebut, nantinya tak mendesak penerbitan Perppu KPK.