REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Parameter, Adi Prayitno memaparkan hasil survei wajah islam politik pasca-Pemilu Presiden 2019. Dari hasil surve Parameter terungkap 50,3 persen responden tidak menyetujui jika ormas Islam seperti gerakan 212, FPI, GNPF MUI dan lainnya disebut sebagai ancaman bagi demokrasi.
“Secara umum kehadiran ormas Islam tidak mengancam demokrasi Indonesia. Ini berdasarkan survei demografi dan anggapan dari mayoritas partai politik,” kata dia ketika ditemui Republika.co.id, di Kantor Parameter di Jakarta, Jumat (29/11).
Namun demikian, ada banyak penolakan terhadap aksi ataupun demonstrasi yang dilakukan oleh Islam kanan seperti gerakan 212, aksi mujahid atau lainnya. Sekitar 33, 6 persen responden tidak mendukung gerakan semacam itu.
Sedangkan yang mendukung aksi tersebut berada di prosentase 32,5 persen. “Ada perbedaan tipis dari yang mendukung dan tidak. Meski yang tidak menjawab lebih banyak,” katanya.
Lebih lanjut ia mengatakan, aksi yang selalu dilakukan pada 2 Desember itu, dinilai tidak mengancam oleh mayoritas pendukung Prabowo-Sandi. Sehingga menurut Adi, momentum Pemilihan presiden dinilai belum usai.
Lebih jauh, dalam survei itu juga menyebutkan beberapa partai yang menolak dan mendukung secara tegas demo dan aksi massa itu.
Partai oposisi sebelumnya, seperti Gerindra, PKS, PAN dan Demokrat sangat mendukung aksi tersebut dengan prosentase lebih dari 50 persen. Mereka juga menegaskan bahwa hal tersebut tidak merusak demokrasi yang ada.