REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Pemerintah Afghanistan mengharapkan dukungan Indonesia untuk mewujudkan kesetaraan gender dan perdamaian berkelanjutan di negara itu.
Pernyataan tersebut disampaikan Menteri Informasi dan Kebudayaan Afghanistan, Hasina Safi, dalam pembukaan Dialogue of the Role of Women in Building and Sustaining Peace: Women as Agent of Peace and Prosperity, di Jakarta, Jumat (29/11).
“Kualitas dan efektivitas adalah indikator keberlanjutan. Ketika anda mendapat bantuan yang berkualitas, tidak ada yang bisa merusaknya,” kata Hasina.
Menurut dia, Afghanistan sangat menghargai komitmen yang selama ini dijalankan oleh Indonesia untuk membangun perdamaian yang lestari di negara yang 40 tahun dilanda perang dan konflik itu.
Namun, saat ini warga Afghanistan terutama kaum perempuannya, membutuhkan kerja sama konkret yang dapat diimplementasikan oleh mulai dari para ahli sampai masyarakat akar rumput tentang bagaimana mereka bisa berkontribusi pada pembangunan dan perdamaian yang berkelanjutan.
Upaya tersebut harus didasarkan pada sumber daya lokal, agar masyarakat Afghanistan tidak terus bergantung pada bantuan internasional.
“Karena kami menyadari dunia tidak akan membantu Afghanistan terus-menerus. Kami harus berpikir untuk bisa mandiri,” Hasina menegaskan.
Dia mengatakan, negaranya harus menyiapkan pena kayu untuk diri kami sendiri, daripada (mengharapkan) pena emas yang diberikan orang lain.
Karena itu Hasina berharap, dialog yang dilaksanakan melalui kerja sama dengan Indonesia menghasilkan langkah-langkah implementatif yang dapat dihubungkan dengan kebijakan dan undang-undang yang berlaku di Afghanistan.
Sependapat dengan Hasina, Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, menekankan pentingnya menumbuhkan dan memelihara budaya damai dan toleransi. Dari sudut pandang Indonesia, budaya damai merupakan pendekatan integral untuk mencegah kekerasan dan konflik. “Budaya ini harus dibangun mulai dari keluarga, masyarakat, untuk kemudian dikembangkan menjadi budaya suatu bangsa,” kata Menlu Retno.