Sabtu 30 Nov 2019 02:15 WIB

Pemerintah Diminta Gunakan Pendekatan Berbeda di Papua

Cara-cara militer dinilai tak akan menyelesaikan permasalahan mendasar di Papua.

Rep: Mabruroh/ Red: Teguh Firmansyah
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Papua. Panglima TNI tiba di Lanud Silas Papare, Sentani, Jayapura, Rabu (27/11/2019).
Foto: dok. Puspen TNI
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Papua. Panglima TNI tiba di Lanud Silas Papare, Sentani, Jayapura, Rabu (27/11/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pengamat Keamanan, I Nyoman Sudira menilau pendekatan yang dilakukan oleh pemerintah dalam menangani Papua selalu menggunakan militer. Seharusnya, kata dia, pemerintah menggunakan pendekatan yang menyentuh hati masyarakat Papua.

"Jadi mengamankan Papua adalah dengan memanusiakan manusia,” kata Nyoman Sudira dalam sebuah diskusi keamanan di Universitas Satya Negara Indonesia (USNI), Kebayoran, Jakarta Selatan, Jumat (29/11).

Baca Juga

Ia menerangkan, cara-cara militer menurutnya hanya dilakukan pada saat perang dingin seperti yang dilakukan Amerika Serikat dan Uni Soviet. Karena ancaman yang didefinisikan pada saat itu adalah negara lain dengan kekuatannya mengancam negara lain.

“Sekarang kan tidak bisa, negara perlakukan sesuatu yang paling menjamin segalanya. Jadi jangan terlalu menggunakan paradigma realis, jangan terlalu militeristik pada suatu kelompok,” ucapnya.

Nyoman mempertanyakan, mengapa setiap terjadi persoalan di Papua selalu direspons dengan serdadu. Seolah-olah Papua adalah musuh, adalah OPM, adalah KKB.

“Saya sudah berjalan berkali-kali ke Papua, semua orang Papua enggak pernah menyebut dirinya sebagai OPM, sekarang disebut KKB. Mereka sendiri tidak pernah menyebut ini. Apa yang saya temukan ini adalah buatan Jakarta,” ucapnya.

Menurut Nyoman, ancaman yang terjadi di Papua bukan ancaman yang datang dari OPM, bukan ancaman dari KKB. Pemerintah menurut, Nyoman harus kembali mendefinisikan ulang ancaman tentang Papua.

“Kita harus mengganti pendekatan yang represif, harus mengganti hal-hal yang berbau serdadu, dan membawanya kepada keamanan kemanusiaannya (memanusiakan manusia),” paparnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطٰنُ كَمَآ اَخْرَجَ اَبَوَيْكُمْ مِّنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْاٰتِهِمَا ۗاِنَّهٗ يَرٰىكُمْ هُوَ وَقَبِيْلُهٗ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْۗ اِنَّا جَعَلْنَا الشَّيٰطِيْنَ اَوْلِيَاۤءَ لِلَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ
Wahai anak cucu Adam! Janganlah sampai kamu tertipu oleh setan sebagaimana halnya dia (setan) telah mengeluarkan ibu bapakmu dari surga, dengan menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya. Sesungguhnya dia dan pengikutnya dapat melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.

(QS. Al-A'raf ayat 27)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement