REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Helmy Faishal Zaini mengatakan, usulan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj agar presiden dipilih MPR adalah hasil refleksi dari pelaksanaan Pilpres 2019. Penyelenggaraan Pilpres 2019 melahirkan konflik, pembelahan masyarakat, dan bahkan korban nyawa, termasuk munculnya politik identitas.
"Yang disampaikan pak kyai said aqil itu konteksnya adalah refleksi sekaligus evaluasi terhadap pelaksanaa Pilpres 2019. Dimana Pilpres 2019 itu hasilnya melahirkan ketegangan-ketegangan politik," kata Helmy kepada Republika.co.id, Jumat (29/11).
Ketegangan itu, kata dia, memuncak dalam bentuk pembelahan masyarakat. Pembelahan itu tak hanya mewujud dalam bentuk pembulian di media sosial, tapi juga dalam pada kehidupan sehari-sehari.
Misalnya, suami dan istri yang memilih berpisah gara-gara beda pilihan presiden. "Kakak adik yang berantem. Orang tua dan anak berantem. Saya di grup WhatsApp di kampung saya juga merasakan adanya pembulian pada yang berbeda. Apa ini yang disebut dengan demokrasi?" ujar Helmy.
Klimaks dari semua konflik itu, sambung Helmy, tampak ketika sejumlah anak bangsa harus meregang nyawa saat aksi demonstrasi di depan kantor Badan Pengawas Pemilu. "Jangankan berjatuhan 100 nyawa, satu nyawa pun tidak boleh terjadi dalam demokrasi," katanya.
Di lain sisi, Helmy juga melihat munculnya gerakan politik identitas pada Piplres 2019. Meski tak menyebut secara gamblang pola, dampak dan pelaku gerakan tersebut, tapi Helmy melihat politik identitas akan sangat membahayakan Indonesia dalam jangka panjang.
Helmy mengatakan, bagi PBNU, semua kerusakan yang ditimbulkan Pilpres 2019 itu terlalu mahal ongkosnya untuk ditanggung bangsa Indonesia. "Bahkan dengan model bersatunya Pak Jokowi dan Pak Prabowo saja, tidak secara otomatis meredam. Sisa konflik Pilpres itu sampai hari ini sangat terasa" tutur dia.
Meski setuju Pilpres kembali lewat MPR, kata Helmy, semua yang disampaikan KH Said Aqil Siradj adalah sebuah usulan dan bukan sesuatu yang bersifat mutlak. "Mari kita diskusikan bersama," ucapnya.