REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko-PMK), Profesor Muhadjir Effendy menegaskan, pembekalan pasangan sebelum menikah hukumnya sunnah. Tidak ada paksaan agar mereka mengikuti penguatan program yang kini tengah diwacanakan pemerintah.
"Yang wajib itu negara. Negara wajib membekali. Kalau pengantin sunnah saja," kata Muhadjir kepada wartawan di Dome Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Sabtu (30/11).
Muhadjir menjelaskan, program pembekalan pra-nikah sebenarnya bukan hal baru di Indonesia. Kementerian Agama (Kemenag) sebelumnya telah menerapkan program tersebut. Namun penerapannya kurang optimal dan hanya fokus pada unsur keagamaan.
"Jadi ini adalah penyempurnaan program yang sudah ada, terutama yang dirintis oleh Kementerian Agama, yaitu namanya Suscatin (Kursus Calon Pengantin)," tegas Mantan Rektor UMM ini.
Pada dasarnya, kata Muhadjir, pengelolaan Kemenag dalam Suscatin sudah cukup bagus. Sayangnya, daya capaiannya masih terbilang rendah. Dari 2 juta pasangan pengantin, hanya 157 ribu yang telah mendapatkan pembekalan.
Melihat capaian tersebut, maka pemerintah melalui sejumlah kementerian berupaya menguatkan program pembekalan pra-nikah. Semisal permasalahan perencanaan keluarga menjadi tanggung jawab Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada aspek kesehatan reproduksi atau keturunan.
Aspek pelanggaran berkeluarga, baik dalam kekerasan maupun penelantaran anak menjadi wewenang Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen-PPA). Selanjutnya, permasalahan akses pendanaan menjadi tugas Kementerian Koperasi dan UKM.
"Lalu kartu pra-kerja jadi tugas Kemenaker (Kementerian Ketenagakerjaan). Jadi lintas kementerian dan sesuai dengan bidang Kemenko-PMK yang berfungsi mengkoordinasi, sinkornisasi serta pengendalian, maka ini menjadi tanggung jawab Kemenko-PMK. Kita yang mengkoordinasi kementerian-kementerian yang terlibat," jelas Muhadjir.