Ahad 01 Dec 2019 21:26 WIB

Mencari Tahu Sejarah Islam di Museum Islam Australia

Di Museum Australia, pengunjung fokus menghadirkan sejarah Islam di Australia.

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Agung Sasongko
Museum Islam Australia
Foto: Visitvictoria.com
Museum Islam Australia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA —  Kehadiran Museum Islam Australia (IMA) membawa angin segar bagi upaya meluruskan kesalahpahaman tentang Islam dan Muslim di Australia. Di museum ini, pengunjung , ,fokus menghadirkan sejarah Islam di Australia.

IMA diinisiasi seorang pengusaha Muslim setempat, Moustafa Fahour, dengan dukungan Pemerintah Federal Australia. Hingga saat ini, kompleks edukatif tersebut merupakan museum satu-satunya yang berfokus pada Islam di seluruh Australia.

IMA dikunjungi lebih dari 50 ribu orang sejak pertama kali dibuka untuk umum. Para pelancong dapat mendatangi museum ini yang buka pada jam kerja selama enam hari dalam sepekan. Mereka tidak hanya kaum Muslimin, tetapi juga siapa pun yang hendak mengenal lebih lanjut agama ini dan komunitas yang memeluknya di Australia.

Dalam berbagai kesempatan, pihak pengelola IMA juga menyelenggarakan berbagai konferensi dan acara yang membahas berbagai legasi peradaban Islam. Misalnya, pameran kaligrafi, seni sejarah, lukisan miniatur, kerajinan tangan, seminar, dan lain-lain.

Menurut Manajer Media dan Pemasaran IMA Mei Nee Cheong, museum ini dapat menjadi tempat yang tepat bagi siapa saja yang ingin merasakan pengalaman lintas budaya. Rata-rata, ribuan pengunjung telah mendatangi kompleks ini yang beralamat di 15 Anderson Road Thornbury, Melbourne, Negara Bagian Victoria, Austra lia, setiap tahun.

Mei menuturkan, ada lima galeri permanen yang disuguhkan IMA. Masing-masing menampilkan aspekaspek yang berbeda. Mulai dari informasi tentang akidah dalam agama Islam, kontribusi umat Islam bagi peradaban dunia, kesenian dan arsitektur Islami, hingga fragmen-fragmen kaum Muslimin dalam sejarah Benua Australia.

Setiap galeri itu menawarkan panorama unik tentang umat Islam, baik untuk masyarakat Australia maupun dunia pada umumnya. Kami menghadirkan nuansa yang hangat, ramah, dan menyenangkan, kata Mei Nee Cheong kepada Republika via surel, beberapa hari lalu.

Lokasi museum ini sangat strategis. Calon pengunjung dijamin tak akan kesulitan untuk bisa sampai ke kompleks IMA. Ada macam-macam transportasi umum yang melewatinya, seperti kereta api, trem, hingga bus. Area museum ini bersebelahan dengan Taman Merri Creek serta tak jauh dari pusat bisnis Kota Melbourne.

Salah satu venue yang selalu dipadati pengunjung ialah ruang pameran tentang kontribusi Islam bagi kemanusiaan. Mei menjelaskan, museum ini memamerkan berbagai koleksi yang menunjukkan macam-macam teknologi rintisan para sarjana Muslim sejak abad ke-10. Inilah masa keemasan peradaban Islam.

Sumbangsih kaum Muslimin merentang luas, mulai dari bidang pengobatan, rancang bangun, kimia, astronomi, matematika, sastra, hingga filsafat. Galeri yang dimiliki IMA, lanjut Mei, menginfor ma sikan berbagai temuan para ilmuwan Muslim, antara lain konsep bilangan, aljabar, alkalin, dan prototipe kamera. Buah karya dan pemikiran para cendekiawan Muslim pada akhirnya menyinari Eropa, sehingga muncul apa yang dinamakan sebagai Era Renaisans.

Mengenai sejarah Muslimin di Australia, IMA dengan perinci memamerkan berbagai tampilan visual. Dengannya, pengun jung dapat memahami bagaimana awalnya orang-orang Islam menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di benua tersebut. Sebagai gambaran, para pelaut dari Makassar, Sulawesi Selatan, telah berinteraksi dengan penduduk asli Australia sejak abad ke-16. Antarkedua suku bangsa itu saling bertukar pengetahuan, perdagangan, dan budaya.

Pada akhirnya, kabar tentang agama Islam pun diterima oleh mereka. Belakangan, para imigran dari Asia Selatan dan Asia Barat turut mewarnai dinamika umat Islam di negeri bekas jajahan Britania Raya ini. 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement