REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Buku Genealogi Intelektual Ulama Betawi (2011) memaparkan, model pondok pesantren di Betawi yang cukup jamak pada masa prakemerdekaan ialah salafi. Pesantren yang dirintis Guru Marzuki merupakan salah satu contoh mengemuka dari model demikian.
Hampir semua orang tua Betawi pada zaman itu berharap anaknya menjadi ulama. Mereka pun memasukkan sang buah hati ke Pondok Pesantren Guru Marzuki di Cipinang Muara.
Model salafi berarti pola pengajarannya menggunakan medium buku-buku Islam klasik alias kitab kuning. Menurut Maman Imanulhaq Faqieh (2010), adanya kitab kuning merupakan elemen unik yang membedakan sistem pendidikan pesantren dengan lembaga-lembaga lain nya.
Dengan menguasai kitab kuning, seseorang dapat mengkaji khazanah keilmuan Islam dari masa lalu. Sebab, itulah peninggalan para ulama dari generasi silam yang sanad keilmuannya, bahkan ber sambung hingga Rasulullah SAW.'
Dengan corak pengajaran salafi, Guru Marzuki menumbuhkan semangat para santri dalam menuntut ilmu. Upayanya tidak sia-sia. Tokoh yang wafat pada 1934 itu mencetak banyak pembelajar yang akhirnya menjadi mubaligh terkemuka.
Paling tidak, menurut catatan penulis buku Pesantren di Ibu Kota: Sejarah dan Perkembangan, ada 41 orang ulama Betawi yang hasil didikan Guru Marzuki. Ustaz Ali, salah seorang ahli waris Guru Marzuki, menyebutkan sejumlah ulama yang pernah nyantri di Kampung Muara.
Di antaranya adalah Mu'allim Thabrani Paseban dan KH Abdullah Syafi'i. Yang pertama merupakan kakek dari KH Maulana Kamal Yusuf. Adapun nama berikutnya dikenal sebagai pendiri perguruan asy-Syafi'iyah, Jakarta Timur. Selain itu, lanjut Ustaz Ali, Kiai Thohir Rohili juga pernah menuntut ilmu pada Guru Marzuki. Dia adalah pendiri perguruan ath-Thahiriyah.
Sosok lainnya ialah KH Noer Alie. Masih banyak ulama Betawi lainnya yang pernah menjadi santri Guru Marzuki. Sebagian ulama tersebut me neruskan perjuangan Guru Marzuki dengan mendirikan pondok-pondok pesantren di daerahnya masih-masing, kata Ustaz Ali kepada Republika, beberapa waktu lalu.
Guru Marzuki juga tergolong ulama yang menulis banyak kitab. Setidaknya, ada 13 buah karyanya. Namun, yang bertahan hingga kini hanya sekitar delapan kitab. Topik yang dibahasnya cukup beragam, mulai dari fikih, akhlak, hingga akidah. Kitab-kitab tersebut berjudul dalam bahasa Arab.