REPUBLIKA.CO.ID, KEDIRI -- Wali Kota Kediri Abdullah Abu Bakar menganjurkan agar KONI ataupun Kemenpora memfasilitasi pertemuan antara atlet, keluarga dan pelatih. Dengan demikian masalah yang menimpa atlet senam artistik Shalfa Avrila dari Kediri bisa segera menemukan jalan keluar.
"Maka kami merasa perlu agar KONI atau Kemenpora memfasilitasi pertemuan antara pelatih, orang tua, dan pihak terkait lainnya agar bisa mengklarifikasi duduk persoalan yang sebenarnya. Pemkot Kediri akan membantu semaksimal mungkin apapun yang dibutuhkan agar permasalahan ini menjadi terang benderang," kata Wali Kota di Kediri, Ahad (1/12).
Pihaknya memberikan perhatian terkait dengan masalah yang menimpa atlet tersebut. Bahkan, ia juga mengundang keluarga dan atlet bersangkutan agar dirinya mempunyai gambaran yang jelas hal yang menimpa Shalfa.
"Saya membaca berita bahwa alasan pencoretan karena (maaf) ketidakperawanan. Saya perlu bertanya langsung pada atlet dan ibundanya. Apakah benar alasan ini yang dipakai pelatih untuk mencoretnya karena yang beredar di masyarakat isunya seperti itu," kata dia.
Dalam sebuah pemberitaan di media, Ayu Kurniawati selaku ibunda sang atlet mengaku pernah mendapatkan telepon dari pelatih bahwa Shalfa Avrila dicoret sebagai atlet SEA Games. Sang pelatih mengatakan Shalfa sering pulang malam dan selaput daranya telah robek. Menurut pengakuan sang ibu, ia telah melakukan tes pemeriksaan di RS Bhayangkara Kediri dan mendapatkan hasil selaput dara anaknya masih utuh.
Anggota Komisi X DPR RI Abdul Hakim Bafagih mengaku prihatin. Di usia Shalfa yang masih muda, seharusnya ia bisa mendapatkan kesempatan yang lebih luas untuk meraih masa depannya.
"Shalfa ini masih sangat muda, usianya baru 17 tahun. Ia berhak meraih masa depannya. Saya mendengar ia sudah tidak mau menjadi atlet senam dan malu untuk kembali ke sekolah. Jangan sampai permasalahan ini menghancurkan masa depannya," kata Abdul Hakim Bafagih.
Pihaknya juga akan mendampingi proses ini di Kementerian Pemuda dan Olahraga, yang memang menjadi mitra Komisi X DPR. "Saya akan berkomunikasi dengan Kemenpora, tidak dalam rangka intervensi, tapi menanyakan pada Menteri Pemuda dan Olah Raga. Karena dari media saya mendapatkan informasi yang berbeda antara pengakuan orang tua atlet dan tim pelatih," kata legislator 27 tahun ini.
Dirinya juga berharap ada kejelasan informasi. Jika karena indisipliner, harusnya dari pelatih jujur sejak awal. Pencoretan pemain, lanjut dia, memang hak pelatih jika alasannya karena indisipliner. Namun, juga harus jelas apakah tahapan peringatan sudah dilakukan, mengingat usia muda memang rentan pada persoalan indisipliner.
Untuk itu, juga perlu treatment dan kesabaran pelatih agar tidak asal coret, karena mereka punya bakat. Terlebih lagi, jika sudah dipanggil pelatnas, bukan sesuatu yang mudah.
"Kalau alasannya karena faktor keperawanan, ini jelas pelanggaran hak asasi manusia. Bagaimana bisa seorang atlet dicoret karena ketidakperawanan? Tapi kan ini dari pengakuan ibundanya. Maka kami perlu mendengar dari pelatih-nya, apa benar alasan ini yang dipakai untuk mencoret?" kata Abdul Hakim Bafagih.