Selasa 03 Dec 2019 09:34 WIB

Fadli Zon Nilai Presiden 3 Periode Dapat Matikan Demokrasi

Wacana presiden 3 periode bukan hanya memundurkan demokrasi tapi mematikan demokrasi.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Andi Nur Aminah
Wakil Ketua DPR Fadli Zon
Foto: Republika/Febrianto Adi Saputro
Wakil Ketua DPR Fadli Zon

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam beberapa waktu belakangan, muncul wacana untuk merevisi masa jabatan presiden menjadi tiga periode. Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menjadi salah satu pihak yang menentang hal tersebut.

Menurutnya, masa presiden tiga periode dapat mematikan demokrasi di Indonesia. Sebab, memang ada penelitian yang menyebut bahwa seorang pemimpin petahana cenderung akan berusaha memperpanjang masa kekuasaannya.

Baca Juga

"Saya kira ini bukan hanya memundurkan demokrasi tetapi mematikan demokrasi kita. Saya kira ini satu wacana yang sangat berbahaya," ujar Fadli di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (2/12).

Berdasarkan penelitian yang ia baca, Fadli menjelaskan ada sejumlah cara dari seorang pemimpin petahana untuk memperpanjang kuasanya. Pertama, yaitu mengubah konstitusi. Kedua, yaitu melakukan tafsir terhadap konstitusi itu melalui mahkamah konstitusi. Terakhir, ada yang sampai berusaha untuk menunda pemilu.

"Jadi saya melihat kalau kita ini memang masih komit terhadap demokrasi, sebaiknya kita tetap dengan apa yang ada ini, masa jabatan presiden dua periode," ujar Fadli.

Selain itu, masa jabatan tiga periode presiden dapat menghambat regenerasi pemimpin di Indonesia. Ia berharap hal tersebut tak terealisasi, guna menghindari gejolak di masyarakat. "Jangan sampai ditambah-tambah karena itu akan menimbulkan masalah kalau dibuka lagi kotak pandora kita, orang bisa mempertanyakan lagi berbagai hal termasuk misalnya bentuk negara," ujar Fadli.

 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement