REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso mengatakan bakal lebih fokus untuk memperkuat bisnis beras komersial di tahun depan. Hal itu sejalan dengan berkurangnya penugasan dari pemerintah untuk penyediaan cadangan beras pemerintah (CBP) bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Budi mengatakan, saat ini porsi bisnis beras komersial Bulog hanya sekitar 20 persen. Sedangkan sisanya 80 persen Bulog disibukkan dengan penugasan pemerintah untuk pengadaan CBP.
Hal itu setidaknya terlihat dari total stok beras Bulog yang sebanyak 2,2 juta ton, namun hanya kurang dari 200 ribu ton yang menjadi beras komersial dan bisa diperdagangkan secara bebas. Berbeda dengan stok CBP yang penggunaannya harus sesuai izin pemerintah.
"Bulog akan lebih meningkatkan kinerja komersial melalui penjualan komoditas pangan melalui online dan offline, juga optimalisasi aset dan penguatan unit bisnis," kata Budi dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (12/3).
Pihaknya berharap, secara bertahap bulog akan mengubah porsi bisnis menjadi 50 persen beras komersial dan beras 50 persen penugasan pengadaan CBP. Selanjutnya, mengubah drastis porsi bisnis Bulog menjadi 80 persen beras komersial dan 20 persen CBP.
Untuk mencapai itu, Budi menerangkan perlu ada dukungan dari pemerintah. Khususnya dukungan berupa restu pemerintah agar alokasi anggaran pengadaan CBP dari pemerintah yang tiap tahunnya sebesar Rp 2,5 triliun hanya untuk memproduksi beras sebanyak 250 ribu ton. Tidak seperti sekarang, dimana dengan anggaran yang sama, Bulog harus memproduksi stok CBP minimal 1 juta ton.
"Jadi dari kapasitas pengadaan beras selama satu tahun yang bisa 3 juta ton, 250 ribu ton itu CBP dan sisanya 2,75 juta ton adalah stok komersial. Saya sudah siapkan itu," kata Buwas.
Budi mengatakan, jika nantinya kebutuhan CBP lebih 250 ribu ton, pemerintah bisa membeli beras komersial milik Bulog, namun hanya membayar selisih harga antara harga beras yang dilepas ke pasar dengan harga beras komersial yang ditetapkan oleh Bulog.
Lebih lanjut, pihaknya meyakini bahwa perubahan mekanisme bisnis Bulog tidak akan mengurangi peran Bulog sebagai stabilitator harga. Ia pun memastikan dengan pengadaan CBP yang hanya 250 ribu ton per tahun akan mengurangi intensitas penyerapan gabah dari petani.
"Gabah kita tetap serap, tapi lebih banyak dengan mekanisme komersial, jadi harga penyerapan sesuai pasar. Tidak apa-apa, kita bersaing dengan pedagang lainnya," kata dia.
Hanya saja, Budi menekankan rencana bisnis itu tetap akan berdasarkan dari restu pemerintah. Bulog meyakini, jika dapat memperbesar porsi bisnis komersial, kondisi keuangan perusahaan akan membaik dan memberikan dampak balik yang positif kepada pemerintah. Sebab, Bulog pada intinya membutuhkan sinkronisasi dan harmonisasi kebijakan dari para regulator untuk memperbaiki bisnis yang dijalankan.