Hampir separuh produk makanan dari Asia yang masuk ke Australia ternyata mengandung bahan-bahan pemicu alergi namun tidak tercantum pada label produk tersebut. Yang terbanyak berasal dari China, disusul Thailand dan Korea Selatan.
Penelitian yang dilakukan tim dari Universitas James Cook mengungkap produk-produk makanan Asia itu sarat dengan bahan-bahan yang dapat menyebabkan reaksi alergi (alergen) yang mematikan.
Para peneliti mengambil sampel berupa 50 makanan kemasan yang dibeli secara acak dari enam toko Asia di Kota Melbourne.
Mereka menemukan sebanyak 46 persen dari produk-produk tersebut mengandung alergen yang tidak tercantum pada label.
Bahkan, ditemukan 18 persen produk yang mengandung sekaligus beberapa alergen yang tidak terdaftar.
Profesor Andreas Lopata yang memimpin penelitian menjelaskan, temuan ini tentu saja sangat mengkhawatirkan bagi mereka yang mengalami alergi akut.
Apalagi, katanya, impor makanan dari negara-negara Asia terus meningkat di Australia.
Dia menjelaskan China sebagai negara terbanyak produknya yang mengandung alergen namun tidak dicantumkan di label, disusul oleh Thailand dan Korea Selatan.
Alergen-alergen yang ditemukan berupa kandungan telur, gluten, susu, dan kacang tanah, dan dalam beberapa produk konsentrasinya sangat tinggi.
Produk-produk makanan yang diteliti termasuk sup siap saji, kerupuk, biskuit, dan permen.
Prof Lopata menjelaskan, pelabelan makanan telah diatur dengan ketat di Australia namun tidak demikian halnya di beberapa negara Asia.
Dengan meningkatkan produk makanan Asia yang masuk ke Australia sekitar 2,5 persen setiap tahun, dia mengingatkan agar konsumen perlu lebih berhati-hati.
Dikatakan, kejadian anafilaksis atau reaksi alergi yang berlangsung dengan cepat pada seseorang di Australia kini semakin meningkat.
"Karena itu perlu tindakan lebih ketat dalam pelabelan alergen untuk melindungi konsumen yang menderita alergi," kata Prof Lopata.
Dia menyebutkan bahwa jumlah pasien alergi yang dirujuk ke RS di Australia meningkat 350 persen antara 1997 dan 2005 dan meningkat lagi 150 persen hingga tahun 2012.
Kontaminasi silang
Tahun lalu, peneliti dari Murdoch Children's Research Institute menemukan 14 kasus serangan anafilaksis hanya dalam tiga bulan.
Di antara kasus tersebut ada yang mengalami serangan alergi setelah mengkonsumsi makanan yang mencantumkan peringatan alergen pada kemasannya.
Dalam kasus demikian, peneliti menduga bahwa produk makanan terkontaminasi dengan alergen lain dalam proses pembuatan. Alergen lain itu yang tidak dicantumkan di label produk.
Kini di Australia produsen produk makanan diharuskan untuk mencantumkan daftar bahan tambahan dari produk mereka.
Namun pencantuman informasi nutrisi tambahan berupa "bisa mengandung sisa bahan dari alergen lain" sifatnya tidak wajib.
Para produsen makanan di sini menggunakan proses penilaian risiko alergi yang disebut VITAL. Tujuannya untuk memeriksa kontaminasi silang selama proses produksi makanan.
Para pakar kesehatan juga mendorong agar sistem VITAL diberlakukan secara menyeluruh dan kontaminasi silang dari alergen dicantumkan dengan jelas pada label.
AAP/ABC
Ikuti berita-berita menarik lainnya dari ABC Indonesia.