REPUBLIKA.CO.ID, Sepasang suami istri, yakni Teuku Farid dan Dewi Risna Kumala Sari, memilih untuk meninggalkan hiruk pikuk kota besar dengan tinggal di pinggiran Bandung. Tepatnya, di Desa Cimenyan Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung.
Awalnya, Dewi merasa sedih karena harus meninggalkan tempat tinggalnya yang berada di kota besar untuk menepi ke daerah yang cukup terpencil yang berupa pegunungan. Namun, ia tak punya pilihan lain karena harus menemani suaminya yang telah memilih tempat tersebut sebagai rumah di masa tuanya.
"Saya awalnya sedih sekali. Tapi ya bismillah saja. Namun, pikiran saya berubah setelah saya melihat masjid di dekat tempat tinggal kami kosong tak ada aktivitas," ujar Dewi kepada wartawan, Senin (2/12).
Jangankan, terdengar ada pengajian anak-anak, setiap shalat saja masjid tersebut minim jamaah. Paling sedih, kalau shalat Jumat. "Jamaahnya satu baris pun tak ada," katanya.
Kemudian, Teuku Farid dan Dewi pun bertekad untuk memakmurkan masjid tersebut. Langkah awal, yang mereka lakukan adalah dengan melakukan pendekatan pada masyarakat sekitar masjid.
Namun, mereka kembali menemukan pemandangan yang menyedihkan. Karena, di daerah yang sebenarnya tak terlalu jauh dari Kota Bandung itu, banyak anak-anak yang putus sekolah hanya bersekolah hingga kelas 3 dan 4.
Alasannya, untuk ke sekolah SD mereka harus menempuh jarak 1,5 kilometer. Sedangkan ke SMP, mereka harus menempuh jarak sekitar 5 kilometer dengan berjalan kaki karena tak ada kendaraan.
"Mereka, banyak yang tak sekolah hanya main begitu saja sementara orang tuanya bekerja jadi buruh tani," katanya.
Gayung pun bersambut. Keinginan sepasang suami istri akhirnya didukung YPM Salman ITB yang bersama Alumni ITB angkatan ‘80 membangun Kompleks Wakaf Pendidikan Khairina di Cimenyan. Pembangunan ini diresmikan langsung oleh Teuku Farid sebagai Pengelola Sekolah Khairina, Teuku Farid dan Direktur Wakaf Salman, M Khirzan N. Noe’man pada Sabtu 30 November 2019 lalu.
Teuku Farid bersama istrinya, membangun sekolah di kompleks Wakaf Pendidikan Khairina yang merupakan tanah yang dimiliki oleh salah satu alumni ITB angkatan 80 yaitu Wahyuni Bahar. Pada 2005, membangun sebuah masjid di tanah tersebut yang dinamai Khairina. Masjid ini lah, yang kemudian sepi dengan aktivitas.
Wahyuni Bahar, mewakafkan kompleks Khairina tersebut kepada YPM Salman ITB pada 2006, yang kemudian dikelola oleh YPM Salman ITB dan dikembangkan menjadi kompleks Pendidikan.
Kompleks Wakaf Pendidikan ini memiliki luas lahan sekitar 2.000 m2 di daerah Cimenyan, dengan luas bangunan sekolah 140 m2. Saat ini, kompleks pendidikan ini difokuskan kepada anak-anak PAUD dan santri MDA (Madrasah Diniyatul Aliyah).
Teuku Farid dan istrinya, mengelola Kompleks Wakaf Pendidikan Khairina ini. Saat ini terdapat 26 siswa PAUD, 50 siswa MDA, dan 11 tenaga pengajar untuk kegiatan mengajar di Khairina.
Teuku Farid mengatakan, warga di sekitar Khairina sekarang sangat antusias dengan adanya fasilitas ini. Mereka berharap, dengan adanya fasilitas ini kehidupan dan masa depan mereka akan lebih cerah kedepannya.
Bahkan, kata Teuku Farid, banyak anak-anak yang berasal dari desa sebelah yang datang belajar ke tempatnya. Kebanyakan, mereka anak-anak berumur 5-7 tahun.
“Mereka datang ke sini untuk bermain. Sekalian saja kita didik di sini, diajak ngaji, shalat, dan berkegiatan," katanya.
Menurutnya, pembangunan PAUD ini tergolong cepat. Dana terhimpun dari teman-teman di Salman, Alumni ITB 80 dan Wakaf Salman. Gedung PAUD itu membutuhkan biaya sekitar Rp 350 juta. Saat Ramadhan 2019, pihaknya sudah mendapatkan Rp 175 juta. Sekarang, hanya dalam satu tahun sudah terkumpul Rp 328 juta.
"Kami berharap setelah PAUD ini akan dibangun SD Islam agar masyarakat lebih banyak mendapatkan manfaatnya," katanya.
Menurut Dewi Risna Kumala Sari, Kepala Sekolah PAUD dan Madrasah Khairina, selain membangun tempat pendidikan, ia dan suaminya pun berusaha keras untuk menghidupkan masjid yang sepi. Salah satu caranya, dengan memberikan nasi untuk makan siang gratis setiap Jumat. Agar, masyarakat tertarik datang shalat Jumat ke masjid.
"Alhamdulillah, setelah membuat nasi gratis sekarang jamaah shalat Jumat agak lumayan. Tadinya, satu baris saja nggak ada, tapi sekarang jadi empat baris," katanya.
Sementara Direktur Wakaf Salman, M Khirzan N No’eman, mengatakan, kompleks ini merupakan manifestasi kontribusi Alumni ITB Angkatan 80 kepada masyarakat yang berkolaborasi dengan Wakaf Salman selaku nazhir wakaf.
Wakaf Salman sebagai Nazhir YPM Salman ITB, kata dia, sudah memiliki legalitas nazhir dari BWI menghimpun dan mengelola dana wakaf untuk disalurkan kepada Kompleks Pendidikan Khairina. Dana wakaf yang diberikan saat ini rencananya senilai Rp 50 juta. Angka ini merupakan tahap awal dengan seiring berkembangnya kompleks ini.
Menurutnya, Wakaf Salman berkomitmen untuk mendukung penuh pemberdayaan pendidikan dalam pembangunan Kompleks Pendidikan Khairina sebagai salah satu program Wakaf Pendidikan.
"Masjid Khairina ini tentu akan terus didukung sebagai bentuk kewajiban Wakaf Salman dalam pemberdayaan khususnya untuk infrastruktur di Khairina Cimenyan," katanya.