Selasa 03 Dec 2019 16:43 WIB

Selandia Baru akan Larang Donasi Asing untuk Politisi

Selandia Baru khawatir intervensi negara asing dalam pemilihan umum tahun depan

Rep: Lintar Satria/Dwina Agustin/ Red: Christiyaningsih
Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern (kiri) bersama Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres di Government House di Auckland, Selandia Baru, Ahad (12/5).
Foto: Hannah Peters/Pool Photo via AP
Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern (kiri) bersama Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres di Government House di Auckland, Selandia Baru, Ahad (12/5).

REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON -- Selandia Baru akan melarang donasi asing untuk politisi dan memperketat aturan iklan politik. Negara kawasan pasifik itu khawatir intervensi negara asing dalam pemilihan umum tahun depan.

Langkah ini dilakukan setelah ada sejumlah peringatan. Termasuk dari badan intelijen nasional Selandia Baru yang mengatakan ada risiko asing ikut campur dalam politik Selandia Baru.

Baca Juga

Pemerintah Selandia Baru akan mengajuk legislasi kepada Parlemen yang melarang donasi asing ke partai politik dan kandidat politik di atas 50 dolar NZ atau 32 dolar AS. Jauh lebih rendah daripada yang ditetapkan saat ini yang sekitar 1.500 dolar NZ.

"Risiko intervensi asing dalam pemilihan umum tumbuh menjadi fenomena internasional dan dapat mengambil banyak bentuk, termasuk donasi, Selandia Baru tidak kebal dari risiko ini," kata Menteri Kehakiman Selandia Baru Andrew Little dalam pernyataanya, Selasa (3/12).

Little mengatakan undang-undang yang baru juga mewajibkan nama dan alamat orang yang mendanai iklan politik di semua bentuk media. Little menambahkan hal ini dilakukan untuk mengurangi 'longsor iklan berita palsu di media sosial' seperti yang terjadi dalam pemilihan di luar negeri.

Pertanyaan-pertanyaan tentang donasi politik di Selandia Baru muncul pada 2018. Pertanyaan itu muncul setelah anggota parlemen menuduh pemimpin partai oposisi National Party menyembunyikan donasi senilai 100 ribu dolar NZ dari pengusaha Cina. Ketua National Party membantah tuduhan tersebut.

Pada akhir 2020 mendatang Selandia Baru akan menggelar pemilihan umum. Little mengatakan aksi untuk melawan pengaruh asing ini berdasarkan rekomendasi dari komite parlemen yang menyelidiki isu ini.

Selandia Baru bergabung dengan komunitas intelijen lima negara 'Five Eyes' yang berisi Australia, Inggris, Kanada, dan Amerika Serikat. Semua negara yang tergabung dalam Five Eyes mengungkapkan adanya intervensi asing dalam pemilihan mereka.

Australia melarang donasi asing di atas 1.000 dolar Australia. Kanada melarang di atas 20 dolar Kanada sementara Inggris melarang diatas 500 poundsterling.

Larangan Selandia Baru ini juga mencakup warga mereka yang tinggal di luar negeri tapi tidak memiliki hak pilih. Perusahaan yang bermarkas di luar negeri juga dilarang memberikan donasi di atas batas yang ditetapkan.

Berdasarkan angka yang dipublikasikan Kementerian Kehakiman Selandia Baru. Pada tahun 2018 lalu Labour Party mendapatkan donasi asing sebesar 900 dolar NZ sementara Green Party sebesar 510 dolar NZ.

Pada pemilihan terakhir tahun 2017 lalu National Party menerima 17 donasi asing yang totalnya 17.180 dolar NZ serta dua donasi lagi yang totalnya lebih dari 50 ribu dolar NZ. Sebagian besar donasi itu dikembalikan ke pendonor karena nilainya di atas ambang batas saat ini.

Berbeda dengan Selandia Baru yang tidak menyebutkan ancaman khusus, Badan Intelijen AS dan Inggris menuduh Rusia ikut campur dalam politik domestik dan pemilihan umum beberapa negara Barat termasuk pemilihan presiden AS tahun 2016. Rusia membantah tuduhan tersebut.

Pada April Kepala Intelijen Selandia Baru mengatakan pihaknya khawatir dengan aktivitas aktor negara asing. Termasuk mencoba untuk mempengaruhi politisi dan mengawasi komunitas ekspatriat di negara itu. 

Australia menuduh China melakukan aktivitas serupa dan sudah melarang donasi politik dan lobi asing. China juga membantah tuduhan tersebut.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement