Selasa 03 Dec 2019 21:27 WIB

MUI Merasa tak Diajak Komunikasi Soal PMA Majelis Taklim

Pemerintah dinilai tak mengajak komunikasi soal PMA.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Nashih Nashrullah
Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI, KH Cholil Nafis merasa pemerintah tak melibatkan ormas Islam soal PMA Majelis Taklim.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI, KH Cholil Nafis merasa pemerintah tak melibatkan ormas Islam soal PMA Majelis Taklim.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Muhammad Cholil Nafis, menanggapi polemik Peraturan Menteri Agama (PMA) nomor 29 tahun 2019 tentang Majelis Taklim. Menurutnya, majelis taklim seharusnya didaftar, bukan mendaftar.  

"Didaftar oleh pemerintah, bukan mendaftar. Apalagi tidak wajib, siapa yang mau capek-capek daftarin (majelis taklimnya). Jadi (kalau) bikin aturan, itu yang mengikat. Kalau enggak mengikat, enggak usah bikin peraturan. Karena yang enggak mengikat itu bisa dilakukan oleh ormas. Pemerintah itu harus mengikat, wajib itu," kata dia kepada Republika.co.id, Selasa (3/12).  

Baca Juga

Terlebih, menurut Cholil, kegiatan majelis taklim tetap jalan tanpa adanya PMA itu. Dia menilai, yang perlu dilakukan terhadap majelis taklim adalah pendataan dan pembinaan. 

Dia juga menyebut, Kementerian Agama ini kurang mendengar masukan dari elemen masyarakat. "MUI juga enggak pernah merasa sering dikomunikasikan," tutur dia. 

PMA itu, ungkap Cholil, juga tidak memberi pengaruh yang baru kepada majelis taklim. "Kalau itu untuk pendanaan, kira-kira dengan mendaftar itu apakah memang bisa dilekatkan, harusnya kan dibina dulu mereka, sehingga ketahuan butuhnya di mana. Saya mengapresiasi kalau dari aspek ingin mendata, tapi apakah harus mendaftar, karena kan sudah eksis dari dulu," paparnya. 

Orang-orang yang datang ke majelis taklim, tambah Cholil, itu hanya ingin mengaji. "Ibu-ibu, emak-emak, hal kecil seperti ini pemerintah boleh sangat perhatian, tapi mari berpikir keagamaan yang lebih besar. Arus utama apa yang bisa diberikan kepada masyarakat, berpikir positif yang membangun daripada mengawasi ketakutan," tuturnya.

Cholil mengatakan bahwa PMA itu harus ditinjau ulang. "Semangatnya boleh untuk mengatur itu, untuk pendataan, tapi isinya masih belum bisa komprehensif. Harus disempurnakan dengan melibatkan semua unsur, majelis taklim juga,

"Kan harus tahu DIM-nya (Daftar Inventarisasi Masalah) dulu, baru itu yang kita carikan solusinya. Kalau DIM-nya belum ada, maka bagaimana menyelesaikannya," ucapnya.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement