REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku kecewa dengan putusan Mahkamah Agung (MA) yang memberikan pengurangan hukuman terhadap terpidana korupsi, Idrus Marham. Meski belum merencanakan untuk melawan pengurangan hukuman tersebut lewat Peninjauan Kembali (PK), akan tetapi potongan hukuman tersebut menunjukkan adanya ketidakseriusan yang sinkron antara penegak hukum dalam memberikan dampak jera terhadap terpidana korupsi.
“Kami sangat kecewa dengan putusan yang seperti itu,” terang Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan (Jaksel), Selasa (3/12).
Menurut Febri, KPK belum menerima resmi salinan putusan MA yang mengurangi hukuman terhadap mantan Meteri Sosial (Mensos) 2018 tersebut. Akan tetapi ia meyakini, putusan pengurangan hukum pada tingkat kasasi itu, melukai rasa keadilan terhadap masyarakat umum.
“KPK berharap ada kesamaan visi antara sesama penegak hukum untuk memberikan dampak jera terhadap para pelaku yang terbukti melakukan praktik korupsi,” sambung Febri.
Menengok perjalanan kasus mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golkar itu, KPK sempat melakukan penuntutan sampai 5 tahun penjara. Akan tetapi, pada vonis pertama di PN Tipikor Jakarta, majelis hakim cuma menjatuhkan pidana penjara selama 3 tahun dan denda Rp 150 juta karena terbukti bersalah menerima uang sogokan senilai Rp 2,5 miliar dari pengusaha Johannes Kotjo, dalam proyek PLTU Riau-1 2015. KPK melawan putusan tersebut pada tingkat banding di Pengadilan Tinggi (PT) Tipikor, Jakarta.
Di pengadilan tingkat dua, Majelis Hakim Tinggi mengabulkan tuntutan KPK dengan menambah vonis 3 tahun penjara Idrus Marham, menjadi 5 tahun penjara. Namun, putusan PT Tipikor itu, membuat Idrus Marham tak senang dan melawan sampai tingkat kasasi.
Pada 2 Desember 2019, Majelis Hakim MA memutuskan untuk mengurangi putusan PT Tipikor, dari 5 tahun penjara, dan menguatkan vonis PN Tipikor dengan pidana penjara selama 3 tahun penjara. Pengurangan hukuman dua tahun oleh MA itu, diputus oleh Ketua Majelis Hakim MA Suhadi, dan dua anggotanya Hakim Krisna Harahap, dan Abdul Latif.
Kekecewaan KPK atas pengurangan hukuman untuk Idrus Marham ini wajar. Karena, Febri melanjutkan, tak semestinya Idrus Marham mendapat keringanan hukuman dari dugaan korupsi yang sudah terbukti.
“Dengan pengurangan hukuman itu membuat kami cukup kecewa. Dari tiga tahun (penjara), menjadi lima tahun, lalu dikembali dikurangi dua tahun. Tidak semestinya dikurangi (hukumannya),” sambung Febri.
Lantaran sudah pada tingkat kasasi, putusan tiga tahun penjara untuk Idrus Marham, dinyatakan inkrah. Satu-satunya perlawanan KPK adalah lewat, Pinanjauan Kembali (PK) yang juga dilakukan di MA. Akan tetapi, Febri mengatakan, upaya hukum luar biasa tersebut, belum akan dilakukan.
Koordinator Pengacara Idrus Marham, Samsul Huda kepada wartawan mengatakan, pengurangan hukuman dari MA itu, sudah tepat. Bahkan kata dia, seharusnya MA membebaskan kliennya.
“Seharusnya klien kami (Idrus Marham) diputus bebas. Karena Idrus Marham, tidak tahu menahu tentang proyek PLTU Riau-1,” kata dia.
Samsul mengatakan, fakta persidangan dari tingkat pertama mengungkapkan kesaksian, bahwa nama kliennya tersebut hanya dicatut oleh Eni Maulani Saragih, anggota Komisi VII DPR RI, rekan Idrus Marham sesama Partai Golkar yang menerima suap untuk meloloskan proyek PLTU Riau-1.