REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Chief Executive Officer (CEO) Lembaga Riset Telematika, Sharing Vision, Ali Akbar mengatakan nilai kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh sebuah hoaks atau berita bohong di sejumlah negara sangat besar. Jika dihitung bisa hingga ratusan juta rupiah.
"Tapi kerugian terbesar berupa non-materiil, rusaknya persatuan dan persaudaraan. Jadi hoaks sangat berbahaya, baik secara ekonomi maupun non-ekonomi dan itu bisa kita lihat dari kasus kerusuhan di Wamena, Papua, beberapa waktu lalu," kata Ali Akbar, Selasa (3/12).
Menurut dia apabila terjadi pada dunia usaha, sebuah hoaks bisa berpotensi menghilangkah peluang usaha dan keuntungan dan hoaks bisa membuat klien dan calon klien menjauh.
"Jadi hoaks juga bisa membuat konsumen lari dan pada gilirannya akan menekan angka penjualan dan omzet usaha," ujar dia.
Dampak yang paling besar ialah akan terjadi pada perusahaan yang melantai di bursa dan hoaks berpotensi menghilangkan kepercayaan pasar dan pada gilirannya akan menekan harga saham.
"Untuk dunia usaha, kepercayaan itu sangat penting dan dampaknya akan sangat luas, khususnya untuk pemasaran," ujarnya.
Sebagai contoh, sejumlah kasua hoaks yang sempat terjadi di sejumlah negara dan d Inggris, sebuah hoaks melalui telepon pada 2017 merugikan pihak rumah sakit sebesar 2.465 pound sterling atau Rp45 juta (satu pound sterling = Rp18.087).
"Dan itu merupakan ongkos yang dikeluarkan untuk pengiriman ambulans pada kasus hoaks tersebut," ujarnya.
Kerugian ekonomi besar lainnya akibat hoaks, kata dia, ialah diderita bandara Manchester pada 2014 ketika muncul hoaks bom di Maskapai Qatar Airways.